Jakarta (ANTARA News) - Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi mengisyaratkan pada 2006 harga obat-obatan tidak akan naik meski Pemerintah saat ini tengah mengkaji kemungkinan menaikkan tarif dasar listrik (TDL). "Komponen listrik dan bahan bakar minyak porsinya amat kecil dalam memproduksi obat-obatan. Yang kita khawatirkan dampak ikutannya seperti daya beli masyarakat yang menurun dan kenaikan upah serta ongkos transportasi," kata Ketua Bidang Apotek GP Farmasi, Sofiarman Tarmizi kepada wartawan di Jakarta, Jumat. Ia mengatakan, harga obat-obatan lebih dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah mengingat hampir 90 persen bahan baku obat-obatan masih diimpor. Menurut dia, ketika rupiah mencapai level Rp10.500 per dolar AS, para pengusaha farmasi sempat "grogi". "Tapi untung itu tidak lama dan kini rupiah menguat terhadap dolar AS sehingga kami harapkan harga obat tidak naik," ujar Sofiarman. Mengenai prospek industri farmasi tahun 2006, ia memperkirakan tumbuh di bawah 10 persen mengingat daya beli masyarakat yang masih rendah. "Angkanya sekitar 9 persen seperti tahun 2005. Tahun lalu merupakan pertumbuhan industri farmasi yang terendah selama 10 tahun terakhir karena sebelumnya selalu di atas dua digit," ujarnya. Tahun 2005, omset industri farmasi nasional sekitar 2,3 milyar dolar AS atau hampir setengah persen dari omset seluruh dunia yang diperkirakan sekitar 500 milyar dolar AS. Ia menambahkan, dengan jumlah penduduk 220 juta orang, Indonesia merupakan pangsa pasar yang amat potensial bagi industri farmasi.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006