Jakarta (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengutuk surat kabar Denmark, Jyllands-Posten, yang dianggap sengaja melecehkan agama dengan menerbitkan kartun Nabi Muhammad yang diidentikkan dengan pembawa bom. "Ini menandakan kekonyolan dan kebodohan mereka dengan melakukan pelecehan terhadap simbol yang oleh komunitas tertentu sangat dihormati," kata Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ichwan Sam, ketika dihubungi di Jakarta, Rabu. Kebebasan berpendapat, menurut dia, tidak berarti merupakan kebebasan dalam menghina simbol mulia milik orang lain, karena orang lain seperti juga Barat, memiliki hak asasi manusia yang sama untuk tidak dilecehkan. "Inilah arogansi Barat. Kita melihat mereka merupakan masyarakat maju yang menghormati orang lain, tetapi kenyataan, penghormatan kepada orang lain itu hanya jika ditujukan untuk mereka," katanya. Jadi, tambahnya, Barat sendiri tidak memiliki sifat saling toleransi dan saling menghargai seperti yang selalu mereka harapkan dari orang lain dalam memperlakukan mereka. Seharusnya, ujar Ichwan, pemerintah Denmark memiliki hak untuk menegur media massa yang melakukan aksi jahiliyah, barbar dan meresahkan masyarakat itu. Karikatur itu antara lain menggambarkan Nabi Muhammad memakai sorban berbentuk bom waktu dan memperlihatkan Nabi sebagai orang Badui dengan mata terbeliak sedang menghunus pedang, ditemani dua wanita berbusana hitam. Gambar tersebut dicetak kembali dalam sebuah majalah Norwegia pada awal bulan lalu, sehingga memicu kemarahan di kalangan negara Islam. Perdana Menteri Denmark Anders Fogh Rasmussen, mengatakan pemerintahnya tidak dapat bertindak atas pemuatan kartun-kartun Nabi Muhammad yang memicu kemarahan umat Islam itu. Sejak Jyllands-Posten menerbitkan kartun-kartun itu September lalu, pemerintah Denmark berulang kali membela dan berlindung di balik hak kebebasan berbicara. "Pemerintah tidak dapat mempengaruhi media. Pemerintah dan negara Denmark karena itu tidak dapat bertanggungjawab atas apa yang diterbitkan oleh media independen," kata Fogh Rasmussen. Bahkan Pemerintah Denmark mendapat dukungan luas publik atas sikapnya menyangkut kartun-kartun itu. Satu jajak pendapat menunjukkan 79 persen warga Denmark berpendapat Fogh Rasmussen tidak perlu menyatakan permintaan maaf dan 62 persen mengatakan suratkabar itu hendaknya tidak meminta maaf. (*)

Copyright © ANTARA 2006