Kreativitas dan imajinasi anak-anak muda bisa diandalkan untuk mempromosikan "open source", bahkan lebih jauh mereka dapat mengembangkan dan menyebarluaskan perangkat lunak secara bebas.
Setelah pada 2009, penggunaan piranti lunak gratis ("free open source software/FOSS") berhasil diimplementasikan di lingkungan pemerintah Kota Surabaya, kini program tersebut dipopulerkan ke masyarakat Kota Pahlawan, terutama kawula muda.

"Kreativitas dan imajinasi anak-anak muda bisa diandalkan untuk mempromosikan "open source", bahkan lebih jauh mereka dapat mengembangkan dan menyebarluaskan perangkat lunak secara bebas," kata CEO dan Founder Animotion Academy Adhicipta R. Wirawan, di BG Junction Mal Surabaya beberapa waktu lalu.

"Open source" memungkinkan penggunannya untuk merancang program dan membuka secara lebar "source code" dari program yang dikembangkan pada publik. Dengan demikian, kreativitas kawula muda, bisa tersalurkan.

"Bila perlu anak-anak muda saat ini diusulkan menjadi duta "open source"," katanya.

Adhicipta R. Wirawan, saat ini telah menggukana menggunakan animasi sebagai salah satu upaya memperkenalkan "open source" ke masyarakat luas seperti pengalaman pertamanya saat menggunakan "software blender".

Dalam sebuah seminar "Pengenalan Animasi dengan Blender untuk SMA/SMK" di BG Junction Mal Surabaya beberapa waktu lalu, Adhicipta sempat menjawab beberapa pertanyaan dari para peserta yang kebanyakan adalah anak-anak anak muda, seperti halnya "Apakah software-software yang digunakan dalam membuat animasi dapat berjalan di Windows?".

Adhicipta menjawab dengan tegas bahwa "software-software open source" berjalan dengan baik di Windows. Bahkan Blender 3D merupakan software yang multiplatfom yang dapat bekerja dengan baik di Macintosh, Windows, Solaris, dan Ubuntu serta turunan lainnya.

Adhicipta berpesan kepada anak-anak muda agar dalam berkarya tidak lagi menggunakan software bajakan, karena selain melanggar hukum ,juga tidak ada kebanggaan berkarya dengan cara mencuri.

Apa yang dilakukan Adhicipta sejalan dari upaya Pemkot Surabaya menggunakan piranti lunak legal, berbasis konten lokal, dan bebas dari belenggu IT tertentu. Tentunya semua itu bertujuan untuk mengatasi mahalnya "software" resmi yang dikeluarkan oleh Microsoft dan meminimalisir merebaknya "software" bajakan di kalangan masyarakat. Bahkan pada 2011, pemerintah kota (Pemkot) menargetkan seluruh "software" dengan "open source".

Penerapan dan pengembangan FOSS sendiri telah dicanangkan Pemerintah Indonesia pada tahun 2004 dan didukung oleh empat kementerian yaitu Kementerian Riset dan Teknologi, Komunikasi dan Informatika, Pendidikan Nasional, Pemberdayaan Aparatur Negara, serta Hukum dan Hak Asasi Manusia

Selain itu, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (Menpan) mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor SE/01/M.PAN/3/2009 tentang Pemanfaatan Perangkat Lunak Legal dan Open Source Software.

Pemerintah Surabaya juga telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Pemanfaatan Perangkat Lunak Legal dan Open Source Software.

Gencarnya pemerintah mempopulerkan FOSS dalam beberapa tahun terakhir ini, setelah Indonesia menjadi sorotan beberapa negara penghasil piranti lunak.

Hal itu dikarenakan masih kurangnya pengawasan yang tegas dalam penggunaan piranti lunak dalam perangkat keras yang beredar di Indonesia sehingga masih banyak ditemukan software bajakan.

Bahkan organisasi industri software terkemuka Business Software Alliance (BSA) mengatakan bahwa berdasarkan laporan International Data Corporation (IDC) tingkat pembajakan piranti lunak di Indonesia meningkat dan nilainya mencapai rekor 1,32 miliar dolar AS.

Berdasarkan data tahunan yang dilansir IDC, Indonesia berada di urutan ke-11 dari 31 negara dengan tingkat pembajakan sebesar 87 persen pada 2010, sedangkan nilai komersial dari piranti lunak bajakan sebesar 1,322 miliar dolar AS.


Migrasi

Rancangan untuk melakukan migrasi dari software resmi ke software "open source" di lingkungan Pemkot Surabaya sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 2009. Kala itu, Wali Kota Surabaya Bambang Dwi Hartono mengeluarkan Keputusan Wali Kota yang membentuk Tim Open Source bertugas melakukan migrasi ke open source.

Tim yang diketuai oleh Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Kota Surabaya, Chalid Buhari itu telah melakukan migrasi "software" di tujuh Satuan Kerja Perangkat Dinas (SKPD). Biaya untuk migrasi program tersebut untuk tahun 2009 dianggarkan Rp800 juta, sedangkan tahun 2010 total dianggarkan Rp1,5 miliar.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Pemkot Surabaya Chalid Buhari, mengatakan, ada sekitar 600 komputer yang dimigrasi programnya pada tahun 2010. "Kami berharap seluruh instansi pemerintahan sedapat mungkin menggunakan `open source` untuk penghematan," katanya.

Menurut dia, migrasi tersebut dimaksudkan untuk menekan belanja teknologi informatika di Pemkot Surabaya. Pasalnya, harga resmi program berlisensi sangat mahal. Padahal selama ini sebagian komputer di instansi pemerintahan menggunakan program itu secara ilegal.

"Pusat ingin program legal dan murah, karena itu dipilih `open source`," ujarnya.

Selain itu, lanjut dia, tujuan dari program "Open Source" ingin menghilangkan ketergantungan terhadap vendor program, dimana vendor bisa saja bertindak seenaknya. Dalam program yang "Closed Source", vendor bisa saja menyisipkan kode-kode yang mungkin dapat membahayakan pengguna program, dan menghilangkan privasi pengguna.

Dengan adanya "software" yang "open source" dapat mendorong semangat untuk mengembangkan program bagi tenaga-tenaga TI. Sebab dengan mempelajari kode program, dapat dianalisa dimana kelemahan program, apa sesungguhnya proses yang berlangsung dalam kerja program, dan sekaligus mencari solusi terhadap kelemahan program yang ditemui.

"Atau yang lebih pas adalah memodifikasi program sedemikian rupa agar lebih pas digunakan sesuai dengan keperluan." katanya.

"Open source" juga diharapkan bisa menciptakan efisiensi anggaran yang mana pembelian "software" legal seperti Microsoft yang mahal dapat dihilangkan sehingga berdampak adanya hemat devisa. Selain itu, diharapkan tumbuhnya sektor usaha kecil dibidang jasa konsultasi "software" yang pelakunya adalah generasi muda.


OS Soerya 10.08

Diskominfo Pemkot Surabaya pada 2009 selain melakukan migrasi juga telah menyusun rencana untuk implementasi sistem operasi yang berbasiskan Linux dari FOSS, membangun open source (OS) Soerya 9.8 (Jembatan Merah). Sistem Operasi Soerya bisa diunduh di situs http://soerya.surabaya.go.id.

"Di dalam sistem operasi itu telah disertakan berbagai paket aplikasi untuk memenuhi kebutuhan produktifitas seperti halnya piranti lunak untuk keperluan perkantoran, desain gambar maupun multimedia," kata Kepala Bidang Postel Diskominfo Kota Surabaya, Adang Kurniawan.

Sedangkan pada 2010 telah mengembangkan OS Soerya 10.4 Kalimas dan melakukan Migrasi Hardware di masing-masing SKPD atau masing-masing dinas.

Pada 2011 telah mengembangkan OS Soerya 10.08 "Lontong Balap", pembangunan lokal Repository Soerya, pembuatan standarisasi platfom dan dokumen pemberdayaan komunitas dengan kompetisi pembangunan aplikasi berbasis "open source", pengembangan aplikasi surat elektronik (surel) berbasis linux dan migrasi "hardware" SKPD.

Selain itu, Adang juga menambahkan bahwa sampai saat ini pihaknya masih terus melakukan migrasi piranti lunak di beberapa SKPD di lingkungan Pemkot Surabaya. "Kami juga membentuk komunitas akademisi FOSS di 11 perguruan tinggi negeri dan swasta di Kota Surabaya untuk mengembangkan OS Soerya 10.08," katanya.

Atas usaha yang dilakukan selama ini, Kota Surabaya menjadi pionir pemanfaatan piranti lunak gratis dari pemerintah. Hal itu dibuktikannya dengan beberapa penghargaan yang disabet Kota Pahlawan itu, baik dari pemerintah maupun lembaga swasta.

Pada 2010, Kota Surabaya meraih penghargaan dari Kementerian Kominfo sebagai kota yang mendukung program tersebut. Selanjutnya, pada 2011 Kota Surabaya mendapatkan penghargaan kategori Akuntabilitas Publik di Bidang Teknologi Informasi dari JP Pro-Otonomi.

Rencanya pada September nanti juga dapat penghargaan lagi dari tiga kategori "Smart City Award 2011" di Jakarta.

(A052) (T010)

Oleh Abdul Hakim
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011