Jakarta (ANTARA) – PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re menyiapkan sejumlah strategi untuk membangun bisnis secara berkelanjutan setelah berhasil menghadapi lonjakan klaim dan peningkatan nilai beban pada 2021.

Direktur Utama Indonesia Re Benny Waworuntu menjelaskan pada 2021 pihaknya menghadapi cukup banyak klaim besar, termasuk di sektor reasuransi umum. Pada sektor ini, jelas dia, catatan klaim terbesar datang dari lini reasuransi kebakaran. “Klaim tersebut berasal dari industri migas dengan nilai kerugian total mencapai hampir Rp1 triliun, dan klaim sesuai saham Indonesia Re adalah sebesar Rp70 miliar,” ujarnya, Rabu (16/2/2021). 

Benny memerinci, klaim kebakaran suatu pabrik di Indonesia cukup memberikan dampak terhadap portofolio lini bisnis reasuransi kebakaran. Selain reasuransi kebakaran, sambung Benny, lini bisnis lainnya juga mencatatkan beberapa klaim besar adalah dari lini konstruksi. 

“Dari bisnis reasuransi keuangan, terdapat satu catatan klaim dengan nilai yang cukup besar, untuk reasuransi penjaminan.” Sementara itu masih pada tahun yang sama, Benny menjelaskan total klaim akibat Covid-19 dari sektor reasuransi jiwa adalah sebesar Rp 623 milar dan ini sudah merupakan nilai bersih yang dibayarkan oleh Indonesia Re. 

Di samping beban klaim, Indonesia Re juga mengalami peningkatan beban pajak pada 2021. “Beban pajak timbul berawal dari proses penggabungan (merger) perusahaan dalam rangka pembentukan Perusahaan Reasuransi Nasional (PRN) pada 2015,” jelas Benny. Kendati begitu, Benny menegaskan bahwa beban pajak sudah dituntaskan pada tahun 2021.

Strategi 2022

Dengan kondisi yang dialami pada 2021, Indonesia Re menyiapkan sejumlah langkah agar mampu meningkatkan produksi premi bersih dan hasil bersih underwriting, dan tetap menjaga rasio klaim melalui manajelem portofolio yang baik. Benny menjelaskan pihaknya antara lain melakukan pengetatan terms & conditions untuk reasuransi keuangan termasuk reasuransi kredit di perpanjangan treaty reinsurance 2022. Untuk lini reasuransi kebakaran, jelasnya, Indonesia Re berencana meningkatkan premi bersih hingga 5 persen. 

Masih untuk reasuransi kebakaran, “Kami akan meingkatkan kinerja portofolio di antaranya menurunkan rasio klaim dari 56,2 persen ke 51,3 persen. Pada lini bisnis ini, Indonesia Re juga akan meningkatkan cadangan premi dari 38,5 persen menjadi 46 persen sebagai bagian dari rencana menuju penerapan PSAK 74 dan IFRS 17.

Sementara untuk sektor reasuransi jiwa, Benny mengatakan bahwa strategi utama yang akan dilakukan Indonesia Re untuk memitigasi risiko Covid-19 pada lini ini antara lain dengan melakukan reviu pada terms and conditions termasuk besaran premi. Selain itu melakukan negoisasi untuk cross selling produk lain yang mampu memberikan hasil underwriting bersih lebih baik. 

Di samping itu, untuk lini reasuransi jiwa, Direktur Teknik Operasi Indonesia Re, Erickson Mangunsong mengatakan pihaknya juga akan melakukan pembatasan untuk produk reasuransi kredit konsumtif. “Bersikap selektif dalam penerimaan produk ini termasuk kriteria dan retensi dari ceding company serta cakupan serta kesesuain harga, apalagi setelah terjadinya klaim besar di masa pandemi ini yang merupah basis penetapan harga reasuransi” ujarnya.

Erickson melanjutkan, pihaknya pun tengah menggencarkan akselerasi digital termasuk sistem auto underwriting. "Sistem ini memudahkan para underwriter untuk melakukan asesmen secara akurat dan didukung basis data yang cukup dan dapat menerapkan extra mortalita yang kompetitif, ditambah lagi hal ini akan memudahkan para underwriter dalam mengakses penawaran facultative reinsurance serta dapat mempersingkat waktu layanan dan menjadi nilai tambah dari Indonesia Re," paparnya.  

Strategi Investasi dan Kualitas Layanan

Selain di sisi produksi, Indonesia Re juga berencana untuk menerapkan strategi dan kebijakan investasi yang menitikberatkan kepada aspek solvabilitas dengan tetap memperhatikan keseimbangan dengan aspek rentabilitas. Erickson mengatakan langkah itu diambil sehubungan dengan perkembangan bisnis reasuransi dan tuntutan untuk senantiasa menjaga target tingkat risk based capital (RBC) sepanjang tahun.

Menurutnya, bauran portofolio investasi akan disesuaikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan modal minimum berbasis risiko atau MMBR yang terkait dengan aktivitas investasi diupayakan lebih baik daripada posisi 2021. “Sehingga dapat memperbaiki posisi RBC, namun demikian tetap optimal untuk mencapai target hasil investasi sebesar Rp285 miliar dan yield on investment (YOI) sebesar 5,50 persen,” jelasnya.

Untuk sisi layanan, Erickson menegaskan bahwa Indonesia Re masih mempertahankan kriteria New Excellent Services, dan tetap berkomitmen untuk menjaga kualitas layanan terhadap ceding company. Indonesia Re juga telah menerapkan konsep Business to Business (B2B) walau belum dengan semua perusahaan asuransi, yang memungkinkan proses bisnis antara Indonesia Re dengan ceding company berlangsung secara lebih terukur, akurat dan transparan.

Dia mengatakan Indonesia Re juga menyadari bahwa data merupakan aset yang sangat berharga sehingga perusahaan berupaya untuk melakukan inovasi melalui pengolahan data. “Kami telah membangun sejumlah analytic tools seperti auto underwriting pada lini reasuransi jiwa, geostatistical model untuk reasuransi gempa bumi dan dynamic rating tool untuk objek pertanggungan rangka kapal yang tidak lain bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan,” jelasnya. Untuk sektor digitalisasi ini, dikerjakan bersama-sama dengan Indonesia Re Institute.

Selain itu, Erickson menambahkan, Indonesia Re juga sangat memahami bahwa transformasi dari sisi internal juga sangat penting untuk dilakukan. Salah satu transformasi internal yang dilakukan adalah dengan menggalakan proses yang otomatisasi untuk berbagai aktifitas yang sifatnya repetitif.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2022