Dumai (ANTARA News) - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Dumai, Riau, Roza`i Akbar berpendapat bahwa hubungan spesial antara pria dan wanita lajang atau yang sering dikenal dengan sebutan berpacaran, sangat rentan terhadap berbuatan dosa.

Hal tersebut menurutnya juga dapat menganggu ibadah puasa umat muslim di Bulan Suci Ramadhan 1432 Hijriyah. "Tidak pun membatalkan, namun pahala atas ibadah puasa seseorang itu dapat berkurang tanpa disadari," kata Roza`i di Dumai, Jumat.

Agar terhindar dari hal-hal yang berpotensi mengurangi pahala bahkan membatalkan ibadah puasa, Roza`i memberikan beberapa tips berpacaran yang halal dan tidak mengganggu ibadah puasa.

Yang pertama yakni menjaga pandangan. Secara tidak langsung, pandangan seseorang terhadap lawan jenisnya dapat membatalkan puasa apabila telah mempengaruhi fikiran hingga "menusuk" ke dalam dunia khayal yang berpotenasi memunculkan nafsu birahi, terutama bagi para pria.

Usahakan mengajak serta pihak ketiga ketiga saat bersama lawan jenis. Orang ketiga tersebut menurut pakar agama ini diharapkan mampu memberikan batasan secara tidak langsung terhadap pasangan yang tengah menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih.

Yang ketiga jangan berpacaran di tempat gelap atau di tempat sepi. Hal ini menurut Roza`i juga tidak kalah penting mengingat suasana atau lingkungan yang mendukung dapat memunculkan hasrat atau keinginan seseorang untuk berbuat haram termasuk perzinahan.

Selanjutnya yang terakhir, pasangan harus dapat mengendalikan hawa nafsu untuk menahan libido atau gairah seksual.

"Jika upaya ini dapat terlaksana dan dijalankan dengan baik, maka berpacaran dapat tetap dilakukan tanpa harus mengganggu atau membatalkan puasa," kata Roza`i Akbar.

Menurut Roza`i, istilah berpacaran masa kini sangat identik dengan kawula muda atau remaja, dimana sebuah kecendrungan hubungan antarkeduanya dapat "berbuah" dosa.

"Salah satu ciri remaja yang menonjol adalah rasa senang kepada lawan jenis disertai keinginan untuk memiliki. Pada masa ini, seorang remaja biasanya mulai menaruh keinginan mendalam terhadap lawan jenisnya hingga memancing munculnya gejolak atau hasrat seksual," kata Roza`i.

Istilah Pacaran

Istilah berpacaran tidak ada dalam Islam.

Berpacaran menurut Roza`i adalah sebutan bagi seseorang atau dua orang berlainan jenis yang belum mengikat perkawinan, namun hubungan keduanya sudah sangat dekat sehingga rentan zinah.

"Namun istilah ini mungkin hanya ada di dunia barat, tidak bagi dunia atau negara timur yang lebih didominasi kalangan dan nuansa Islam dalam kehidupan sehari-harinya," kata dia.

Dalam ajaran Islam sendiri, menurut Roza`i, rasa saling menyayangi sangat dianjurkan bahkan diwajibkan.

Namun istilahnya menurut Roza`i yakni "khitbah" atau meminang.

"Ketika seorang laki-laki menyukai seorang perempuan, maka ia harus mengkhitbahnya dengan maksud akan menikahinya pada waktu dekat," jelasnya.

Walau demikian, selama masa khitbah, lanjut Roza`i, keduanya juga harus saling menjaga agar tidak melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam Islam, seperti berduaan, memperbincangkan aurat, menyentuh, mencium, memandang dengan nafsu, dan melakukan tindakan selayaknya suami istri.

Perbedaan "Kitbah"

Menurut Roza`i, ada perbedaan yang mencolok antara pacaran dengan khitbah. Pacaran tidak berkaitan dengan perencanaan pernikahan, sedangkan khitbah merupakan tahapan untuk menuju pernikahan.

Kendati demikian, antara keduanya juga memiliki persamaan, yakni merupakan hubungan percintaan antara dua insan berlainan jenis yang tidak dalam ikatan perkawinan.

Keduanya menurut Roza`i, akan terkait dengan bagaimana orang mempraktikkannya. Jika selama masa khitbah pergaulan antara laki- laki dan perempuan melanggar batas-batas yang telah ditentukan Islam, maka menurut Roza`i itu pun haram.

"Demikian juga pacaran, jika orang dalam suatu pertemuan melakukan hal-hal yang dilarang oleh Islam, maka hal itu juga haram," kata Roza`i.

Roza`i mengingatkan, pada suatu kegiatan rutin yang sepertinya telah mentradisi di Kota Dumai setiap tahunnya, yakni "Asmarah Subuh" di Bulan Ramadhan, bisa dibenarkan selagi maksud dan tujuannya adalah berolah raga.

"Namun ababila telah melampaui ambang batas tolaransi agama, maka Asmara Subuh yang kini identik dengan berpacaran sangat mungkin membatalkan puasa bagi umat muslim," demikian Roza`i Akbar.

(ANTARA/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011