Jakarta (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral akan memperluas potensi kerja sama pemanfaatan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS/CCUS) guna mengatasi perubahan iklim dan menekan emisi karbon dioksida.
 
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji mengatakan pemanfaatan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon akan dikembangkan pada lapangan minyak dan gas bumi di Indonesia.
 
"Skema kerja sama yang dikembangkan cukup luas, tidak hanya sekedar menyimpan karbon dioksida di lapangan migas, tetap juga hub-clustering, sehingga bisa lebih luas mengakomodasi berbagai bentuk kerja sama skema bisnis dalam penanganan climate change," ujarnya dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Sabtu.
 
Tutuka merinci terdapat tiga potensi kerja sama carbon capture and storage/carbon capture, utilization and storage (CCS/CCUS), yang pertama, pengembangan manajemen CCS/CCUS hub & clustering regional di mana beberapa emisi dengan hub sumber emisi karbon dioksida yang terhubung dengan beberapa klaster penyerap karbon dioksida di suatu wilayah.
 
Kedua, pengembangan pemanfaatan karbon dioksida untuk menghasilkan metanol. Terakhir, pengembangan hidrogen biru dan amonia biru ditambah CCS.
 
"Kita menyambut apa yang disebut low hydrogen," tambah Tutuka.
 
Kerja sama pengembangan CCS/CCUS dalam kegiatan usaha migas merupakan salah satu bagian dari regulasi CCS/CCUS yang saat ini sedang digodok dan diharapkan dapat secepatnya rampung. Ruang lingkup regulasi ini terdiri dari aspek teknis, skenario bisnis, aspek hukum dan aspek ekonomi.
 
Hal-hal yang diatur dalam aspek teknis, antara lain penangkapan, transportasi, injeksi, penyimpanan dan monitoring, pengukuran, pelaporan dan verifikasi. Selain itu, penetapan tujuan, spesifik lokasi, berdasarkan standar acuan dan praktek keteknikan yang baik.
 
Skenario bisnis, antara lain berdasarkan kontrak bagi hasil blok migas, sumber emisi karbon dioksida tidak hanya berasal dari migas tetapi juga dari industri-industri lainnya melalui skema bisnis ke bisnis dengan kontraktor migas.
 
Aspek lainnya adalah hukum, seperti proposal CCS/CCUS sebagai bagian dari rencana pengembangan lapangan, pengalihan tanggung jawab, dan sebagainya.
 
Sedangkan aspek ekonomi, antara lain mengatur potensi pendanaan pihak ketiga, potensi monetisasi kredit karbon berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021, serta pemisahan kredit karbon dalam kontrak bagi hasil.
 
Teknologi CCS/CCUS telah dikembangkan di sejumlah lapangan migas, antara lain Lapangan Gundih, Sukowati, Sakakemang, East Kalimantan hingga rencana proyek CO2-EGR di Lapangan Tangguh.
 
Ketiga proyek tersebut mampu menyimpan potensi karbon dioksida kurang lebih 43 juta ton.
 
"Pihak industri cukup antusias melaksanakan proyek ini," kata Tutuka.
 
Sebagai informasi, total emisi karbon dioksida dari sektor penyediaan minyak dan gas bumi diperkirakan sebesar 1,1 gigaton karbon dioksida.
 
Kapasitas karbon dioksida di Depleted Oil and Gas baru terpakai 52,6 persen apabila seluruh emisi diinjeksikan ke Depleted Oil and Gas Reservoir.
 
"Pendekatan dengan menyimpan karbon dioksida di bawah tanah akan menjadi enabler dalam rangka peningkatan produksi migas, sehingga kita cukup senang karena (menjaga) ruang kapasitas storage nasional," pungkas Tutuka.

Baca juga: Penangkapan karbon tingkatkan produksi migas hingga kurangi emisi
Baca juga: IESR: Teknologi penangkapan karbon kurang efektif atasi emisi karbon
Baca juga: BI: Emisi karbon harus diatasi agar tak ganggu stabilitas moneter

 

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022