Permasalahan biji kakao yang dihadapi di Kaltim sampai saat ini adalah mutu masih rendah, sehingga diperlakukan pembinaan berkelanjutan
Samarinda (ANTARA) -
Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) melatih kelompok tani (poktan) menangani biji kakao karena
biji kakao produksi petani setempat masih sulit bersaing dengan luar daerah karena pola penanganan kurang tepat.

"Permasalahan biji kakao yang dihadapi di Kaltim sampai saat ini adalah mutu masih rendah, sehingga diperlakukan pembinaan berkelanjutan," ujar Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Dinas Perkebunan Provinsi Kaltim Siti Juriah di Samarinda, Minggu.
 
Mutu yang rendah itu disebabkan oleh kurangnya pemeliharaan tanaman hingga penanganan pascapanen kakao secara baik dan benar, sehingga kakao tercampur dengan benda-benda lain.
 
Pengeringan kakao yang kurang sempurna, lanjutnya, menyebabkan biji kakao tumbuh jamur dan volume biji kakao yang difermentasi relatif masih sedikit, sehingga pedagang pengumpul kemudian mencampur antara kakao fermentasi dan kakao non fermentasi.
 
Sebagai upaya meningkatkan produksi kakao, dilakukan upaya memperbaiki kondisi tanaman kakao seperti pemupukan, pengendalian hama dan penyakit tumbuhan, kemudian perbaikan produksi dan mutunya seperti kualitas, fermentasi, hingga sertifikasi.
 
Salah satu penanganan yang telah diberikan kepada poktan adalah penanganan biji kakao non fermentasi menjadi fermentasi, serta uji mutu biji kakao untuk sertifikasi produk biji kakao, melalui bimbingan teknis yang digelar pada pekan kedua, Februari ini.
 
"Bimbingan teknis yang lalu diikuti 15 peserta, terdiri dari empat poktan di Kabupaten Berau. Kami menghadirkan narasumber dari Pulitkoka Jember, Jawa Timur. Dari pelatihan ini tentu kami harapkan poktan menjadi terampil menangani biji kakao, kemudian dapat ditularkan ke orang lain," katanya.
 
Ia melanjutkan, kakao di Kaltim merupakan komoditas unggulan ketiga setelah kelapa sawit dan karet.

Pada 2021 luas perkebunan kakao di Kaltim mencapai 7.617 hektare dengan total produksi sebanyak 2.182 ton yang tersebar di Kabupaten Kutai Timur, Berau, dan Kutai Kartanegara.
 
"Luas perkebunan kakao setiap tahun semakin berkurang karena berbagai hal, salah satunya adalah akibat alih fungsi lahan dan beralihnya komoditas di lapangan oleh masyarakat," ujar Juriah.

Baca juga: Pengolahan kakao di Mahakam Ulu perlu pendampingan

Baca juga: Disbun Kaltim fasilitasi izin usaha produk perkebunan
 

Pewarta: M.Ghofar
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2022