Jakarta (ANTARA News) - Muhammad Nazaruddin tak henti-hentinya memancing kontroversi setelah terseret dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan Wisma Atlet Jakabaring di Palembang, Sumatera Selatan.

Tak sampai 24 jam setelah ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dia melarikan diri ke Singapura dan sempat bersembunyi beberapa lama di negara itu dengan dalih berobat.

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat yang sempat buron internasional itu pun berpindah-pindah negara dan berulangkali  melancarkan serangan melalui berbagai media.

Dia bahkan berani tampil secara visual di dunia maya. Itu sama beraninya dengan pernyataan-pernyataan kontroversial dari mulutnya yang salah satunya menyebut Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan pimpinan KPK yang ia sebut terlibat dalam kasus yang melilitnya.

Tak hanya KPK yang repot mencari Nazaruddin, Polri pun berjibaku mencarinya dengan menggandeng polisi internasional. Tak heran, ketika Nazaruddin akhirnya tertangkap interpol di Cartagena, Kolombia, Menko Polhukam Djoko Suyanto-lah yang menyampaikannya, bukan KPK.

Setelah tertangkap pun Nazaruddin belum berhenti menjadi bahan kontroversi. Proses pemulangan pria yang tiga bulan menjadi buronan itu cukup mencengangkan, menumpang pesawat jet carteran milik maskapai Amerika Serikat, Gulfstream Aerospace, dengan biaya Rp4,3 miliar.

Menko Polhukam Djoko Suyanto mengakui dana sewa pesawat rute Bogota-Jakarta itu berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan pemulangan dengan menyewa pesawat jet dipilih berdasarkan pertimbangan keamanan.

Memang, Presiden Yudhoyono amat mewanti-wanti Kapolri Timur Pradopo untuk menjaga keselamatan Nazaruddin seketat-ketatnya. Dua kali Yudhoyono menyampaikan pesan itu dalam pengantarnya sebelum memulai sidang kabinet terbatas di Kantor Kepresidenan.

"Saya pesan kepada Kapolri jagalah keselamatan yang bersangkutan. Safety, safety sekali lagi, karena barangkali ada pihak-pihak yang tidak nyaman dengan kedatangan yang bersangkutan ke Tanah Air," katanya.

Menunggu seharian

Setelah tersiarnya berita kepulangan Nazaruddin ke Tanah Air dari Bogota, Kolombia, para wartawan berbagai media langsung mengambil ancang-ancang.

Tersiar kabar bahwa pesawat carteran pengangkut Nazaruddin telah lepas landas dari Bogota pada Kamis petang waktu setempat atau Jumat dini hari WIB.

Dengan perkiraan waktu tempuh sekitar 24 jam, maka Nazaruddin diprediksi tiba di Indonesia Sabtu dini hari.

Tak mau ketinggalan berita, puluhan wartawan siap siaga menanti kedatangan Nazaruddin di Bandara Halim Perdanakusuma sejak Jumat malam.

Tidak hanya di Bandara Halim Perdanakusuma, Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Markas Komando Brimob Depok, dan Mabes Polri pun menjadi sasaran wartawan yang tak mau ketinggalan peristiwa itu.

Jam demi jam berlalu. 24 jam berlalu sudah. Hingga Sabtu tengah hari, belum ada kepastian mengenai kedatangan Nazaruddin. Keterangan terus berubah, semula disebutkan akan tiba pukul 14.00, mundur ke pukul 17.00 WIB, dan terakhir pukul 19.45 WIB.

Sampai akhirnya pukul 19.51 WIB, mendaratlah dua pesawat jet berwarna putih di landasan VIP Bandara Halim Perdanakusuma. Meski raut Nazaruddin belum tampak, ketatnya pengawalan di sekitar pesawat yang baru mendarat itu sudah pasti mengabarkan bahwa memang ada seseorang istimewa di dalamnya.

Beberapa polisi bersenjata laras panjang berjaga-jaga di tangga pesawat yang sudah terbuka pintunya. Kemudian, keluar beberapa orang beriringan menuruni tangga pesawat.

Mereka semua mengenakan rompi hitam, menyandang tas ransel di punggung, sedangkan wajah mereka tertutup masker hitam. Mereka adalah tim pengawal Nazaruddin yang mengiringi penerbangan Bogota-Jakarta yang terdiri dari unsur KPK, Polri, Kementerian Luar Negeri dan Imigrasi.

Beberapa lama kemudian, "sang bintang" keluar dari pesawat digiring sejumlah petugas keamanan. Nazaruddin mengenakan jaket coklat dengan tangan terborgol.  Dia menundukkan kepala sejak menuruni tangga pesawat hingga memasuki minivan berwarna perak yang langsung membawanya ke Rumah Tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.

Di rumah tahanan yang akan dihuninya itu, Nazaruddin hanya singgah sejenak untuk pemeriksaan kesehatan oleh tim dokter KPK.

Setelah itu, dia langsung dibawa ke Gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan adiminstrasi dan diserahkan dari interpol kepada KPK.

Kecil tapi harus dilunasi

Ketika mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dimintai komentarnya tentang biaya pemulangan Nazaruddin yang mencapai angka Rp4,3 miliar, pria Makassar yang pengusaha itu menjawab dengan perhitungan taktis.

Menurut dia, nilai itu tidak seberapa dibandingkan uang negara yang nanti bisa diperoleh kembali dari berbagai kasus yang mungkin melibatkan Nazaruddin seperti yang selama ini dinyanyikannya sendiri dari tempat persembunyiannya.

"Dibanding yang dicuri Nazaruddin, kecil itu Rp4 miliar. Kalau dia di sini, bisa kembali lebih banyak kan. Kalau tidak hadir, bisa menghilang itu uang. Kalau dengan ongkos Rp4 miliar itu bisa dapat kembali mungkin Rp400 miliar, murah kan?" tutur Kalla.

Namun, apakah modal Rp4,3 miliar yang dikeluarkan pemerintah dari APBN itu akan benar-benar balik modal atau malah mendatangkan keuntungan bagi negara?

Jawabannya akan sangat tergantung kepada apakah Nazaruddin akan tetap lantang bersuara membongkar berbagai kasus terselubung yang sebelum ini dia beberkan dari jauh.

Dan pastinya, itu juga bergantung kepada independesi dan kesungguhan KPK dalam mengusut tuntas seluruh perkara yang melibatkan Nazaruddin.

Rakyat yang dipinjam uangnya untuk memulangkan Nazaruddin selayaknya dilunasi oleh proses hukum yang akuntabel, transparan dan memenuhi rasa keadilan publik. Tidak boleh itu berlarut-larut dan melelahkan seperti publik menunggu pulangnya Nazaruddin.

D013*S035*R018*V002*S023

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011