Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Haeru Rahayu mengatakan perlunya menyelesaikan lima persoalan mendasar agar bisa mencapai target produksi 2 juta ton udang hingga tahun 2024.

Haeru dalam keterangannya pada diskusi mengenai revitalisasi budidaya udang yang diselenggarakan Pataka di Jakarta, Selasa, mengatakan permasalahan pertama adalah perizinan bagi pelaku usaha untuk membuat tambak udang yang sangat rumit.

"Ini sangat cukup signifikan dan krusial yang pertama adalah persoalan kewenangan tidak terpusat. Dari 338 kabupaten kota yang berbasis pesisir punya kebijakan perizinan masing-masing, ini yang menjadi persoalan buat kami kami sudah mencoba mendata paling tidak perizinan untuk budidaya udang ini ada 21 pos, ini sangat luar biasa," kata Haeru.

Menurut dia, rumit dan banyaknya perizinan ini yang membuat para investor ataupun pelaku usaha enggan untuk membuat tambak udang agar bisa meningkatkan produksi. "Kalau kewenangan tidak terpusat maka yang terjadi iklim investasi tidak cepat, sehingga banyak keluhan dari teman-teman investor kami susah izinnya terlalu banyak dan seterusnya," kata Haeru.

Persoalan kedua yang perlu diselesaikan, kata Haeru, yaitu infrastruktur dasar seperti listrik dan irigasi. Menurut dia, infrastruktur dasar ini perlu dukungan dari kementerian-lembaga di luar KKP.

Haeru menyebut saat ini para petambak udang tradisional mampu menghasilkan 0,6 juta ton per hektare per tahun. Untuk meningkatkan produktivitas ini, kata dia, memerlukan infrastruktur dasar seperti listrik dan irigasi.

Persoalan selanjutnya yang perlu diselesaikan adalah akses permodalan bagi petambak udang yang terbatas. Haeru menyebut Himpunan Bank Negara sulit untuk memberikan pembiayaan pada petambak udang karena bisnisnya dinilai berisiko tinggi menjadi kredit macet.

Haeru menjelaskan, agar petambak tradisional yang sebanyak 82 persen dari total tambak udang yang ada membutuhkan setidaknya Rp50 juta hingga RP100 juta untuk meningkatkan kapasitasnya dari tradisional menjadi tambak semi intensif ataupun intensif.

Persoalan lainnya, lanjut dia, adalah mutu benih yang tidak terstandar. Benih udang yang tidak terstandar tersebut bisa menyebabkan penyakit yang bisa menurunkan jumlah produktivitas udang.

"Di KKP kami berusaha keras bekerjasama dengan swasta untuk bisa menghasilkan bibit yang unggul agar bisa diakses oleh masyarakat, sambil memperbaiki unit pelaksanaan teknis kami," katanya.

Persoalan yang terakhir adalah mengenai kapasitas SDM yang perlu ditingkatkan. Menurut Haeru, bukan hanya SDM di petambak tradisional yang perlu ditingkatkan, namun petambak udang dengan skala usaha yang lebih besar seperti petambak semi intensif dan intensif juga dinilai belum memahami berbagai konsep pengelolaan tambak udang.

"Jadi sebenernya isinya budidaya udang kalau kita sudah bisa keluar dari persoalan ini saya punya keyakinan 2 juta ton bisa kita capai," kata Haeru.

Saat ini terdapat 300.501 hektare tambak udang yang terbagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama adalah tambak tradisional totalnya 82 persen atau 247.803 hektare, kemudian semi-intensif sekitar 43.643 hektare atau sekitar 15 persen, dan tambak intensif sekitar 9.055 hektar atau 13 persen.

Baca juga: KKP bangun sinergi dengan swasta untuk produksi induk udang unggul

Baca juga: DFW: Benahi masalah mendasar terkait produksi udang nasional

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022