Dua fungsi utama hutan adat, yakni fungsi lindung dan fungsi pemanfaatan. Kedua fungsi ini harus tetap dipertahankan oleh masyarakat adat tersebut.
Langgur, Maluku Tenggara (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2022 ini menetapkan dua hutan adat di Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku, yakni Hutan Adat Ohoi Rumadian dan Ohoi Wab seluas 185 hektare (ha), yang memiliki fungsi lindung dan pemanfaatan.

Ketua Sekretariat Pokja Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Kei Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) Jery Notanubun, di Langgur, Rabu, mengatakan dalam Surat Keputusan Menteri LHK tersebut dijelaskan luas Hutan Adat Ohoi Rumadian mencapai 154 ha, sementara untuk Hutan Adat Wab 31 ha.

"Hutan adat sesuai arahan presiden bahwa masyarakat adat ini kembali diberikan kewenangan hak penuh terhadap wilayah-wilayah hutan, sehingga tetap menjaga konservasi yang ada di wilayah-wilayah adat, teristimewa terhadap kawasan-kawasan lindung dan kawasan pemanfaatan," katanya.

Ia menjelaskan dua fungsi utama hutan adat, yakni fungsi lindung dan fungsi pemanfaatan. Kedua fungsi ini harus tetap dipertahankan oleh masyarakat adat tersebut. Selain itu, dari 50 persen luas hutan adat tersebut juga akan ditanami pepohonan yang melibatkan langsung masyarakat adat dan juga KLHK.

"Untuk hutan adat di Wab itu memiliki fungsi lindung, sementara untuk hutan adat Rumadian mencakup dua fungsi sekaligus, yakni fungsi lindung dan pemanfaatan," katanya.

Fungsi pemanfaatan di Hutan Adat Ohoi Rumadian, katanya, lebih difokuskan kepada wilayah mangrove (bakau), dalam pengelolaannya akan ada pendampingan dari Balai KLHK ke masyarakat adat untuk menyusun rencana dalam pemanfaatan hutan adat tersebut.

Terkait manfaat, lanjutnya, kedua masyarakat adat ini akan didorong lagi agar dari Balai KLHK untuk adanya bantuan Jasa Lingkungan (Jasling). Kemudian ada lagi bantuan Bank Pesona, yakni dalam bentuk dana segar yang akan dihibahkan untuk masyarakat adat.

"Berikutnya ke depan juga kita akan dorong untuk bantuan Bank Dunia, seperti yang diberi di Maluku Utara maupun Halmahera kurang lebih Rp2 miliar," katanya.

Menurut dia adanya hutan adat di suatu daerah sangat efektif untuk mengatur suatu kawasan dibandingkan dengan kawasan yang diatur oleh pemerintah, dan itulah keinginan Presiden Joko Widodo.

Ia mengatakan saat ini masih ada delapan ohoi (desa) yang sedang proses bersama Pemda untuk dapat ditetapkan juga menjadi hutan adat.

"Kami dari pokja berharap agar dua masyarakat ada yang sudah menerima SK secara faktual oleh Bupati kemarin, agar tetap menjaga kelestariannya sesuai dengan fungsinya, kemudian terhadap penetapan ini, kita patut berterima kasih kepada Bupati Malra yang begitu intens terhadap masyarakat adat, sehingga ruang-ruang adat itu dikembalikan kepada masyarakat adat," kata Jery Notanubun.

Sementara itu, Bupati Malra M Thaher Hanubun ketika menyerahkan SK Menteri LHK Hutan Adat kepada dua tersebut, Selasa (22/2) menyampaikan, bahwa salah satu sasaran strategis pembangunan di Kabupaten Maluku Tenggara, dalam kaitan dengan pengakuan atas keberadaan masyarakat hukum adat, kini sudah membuahkan hasil.

"Tahun ini, dua hutan adat masing-masing dl Ohol Wab dan Ohoi Rumadian sudah ditetapkan dengan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan," katanya.

Menurut dia ada keuntungan yang didapatkan dengan penetapan hutan adat, antara lain semakin menegaskan kedudukan hutan adat yang harus dijaga dan dilestarikan.

Kemudian dari sisi fungsi hutan adat yang terjaga dan lestari akan meningkatkan daya dukung lingkungan sebagai penyangga kehidupan, demikian M Thaher Hanubun.


Baca juga: Suku Mausu Ane penjaga Hutan Seram

Baca juga: Malra miliki alat penyulingan air laut jadi air tawar

Baca juga: Menteri KKP dukung pembangunan lumbung rumput laut di Maluku Tenggara

Baca juga: 150 satwa endemik dilepasliarkan di hutan Kepulauan Aru

Pewarta: Siprianus Yanyaan
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022