Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Psikologi Politik dari Universitas Indonesia Prof. Dr. Hamdi Muluk, M.Si. mengatakan penerapan konsep pentahelix atau multipihak dalam penanggulangan terorisme bisa berhasil asal sinerginya saling terhubung dan kuat.

"Konsep (pentahelix) ini, saya optimistis itu akan berjalan dan berhasil. Gagasannya sudah cukup dan sudah sebagaimana yang seharusnya," kata Hamdi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

Konsep pentahelix, yang dicanangkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), menggunakan seluruh potensi dalam membentuk kekuatan nasional melawan ideologi radikalisme dan terorisme.

Pentahelix merangkul lima elemen bangsa, yakni kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) pusat dan daerah, berbagai komunitas masyarakat (organisasi kemasyarakatan, pelaku seni dan budaya), akademisi, dunia atau pelaku usaha (Badan Usaha Milik Negara maupun swasta), serta media.

Dia menilai konsep pentahelix memiliki banyak kelebihan, di antaranya berperan menghubungkan kelima komponen penting tersebut di masyarakat, dalam rangka pencegahan paham radikal terorisme. Hal tersebut diharapkan mampu mempersempit ruang gerak kelompok radikal terorisme.

"Jadi memang bagusnya lima komponen pentahelix itu nyambung dan bisa bersinergi satu sama lain, sehingga ruang gerak dari kelompok radikal terorisme akan semakin sempit," jelasnya.

Hamdi mengamati pola pergerakan kelompok radikal terorisme secara masif dapat masuk ke dalam berbagai sektor vital, seperti pemerintahan maupun lembaga pendidikan.

"Mereka (teroris) ini militan, ekstrem dan totalitas selama 24 jam dalam seluruh aktivitasnya. Mereka menyusup dan ber-strategi masuk ke berbagai lini, termasuk ke lembaga negara, organisasi masyarakat, lembaga pendidikan, dan sebagainya," jelasnya.

Fakta bahwa kelompok radikal menyusup hingga ke lingkungan pendidikan, menurut dia, juga bukan hal baru dalam studi bidang terorisme.

Dia mengatakan hal tersebut berkaitan dengan kondisi energi dari kelompok radikal yang besar secara psikologis, serta memiliki daya tahan dan ketangguhan atau resilience tinggi dalam mewujudkan misi jangka panjangnya.

"Jadi, tidak usah heran kalau survei yang pernah dilakukan oleh BNPT ataupun survei yang dilakukan pihak lain terhadap masjid atau pesantren. Kalau orang yang sudah studi ke kelompok radikal atau ekstrem, tentunya (temuan) itu adalah hal yang biasa," ungkapnya.

Meskipun berdasarkan data mengenai jumlah kelompok radikal ini masih minoritas, lanjutnya, namun hal itu tetap penting untuk mewaspadai kelompok sempalan tersebut.

"Meskipun mereka cuma kelompok sempalan, tapi kalau dibiarkan tentunya bisa membesar dan menjadi masalah serius, yang dapat membahayakan keberlangsungan bangsa. Harus terus diwaspadai, jangan sampai dibiarkan," tegasnya.

Oleh karena itu, dalam rangka menyukseskan kebijakan penerapan konsep pentahelix, penting bagi BNPT untuk menyamakan persepsi bersama kelima komponen tersebut. Selain itu juga untuk membangun kesadaran bersama terkait masalah radikal terorisme yang menjadi urgensi dan ancaman bersama, katanya.

"Konsep pentahelix ini akan berhasil sepanjang persepsinya disamakan terlebih dahulu di antara lima komponen tersebut, termasuk juga sense of urgency-nya," ujarnya.

Baca juga: BNPT terapkan konsep pentahelix untuk cegah terorisme dan radikalisme
Baca juga: Konsep pentahelix dalam penanggulangan terorisme
​​​​​​​

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022