Karena dari pengalaman 10 tahun yang lalu dunia sudah mencoba bersiap, ternyata saat menghadapi COVID-19 justru seperti ini.
Jakarta (ANTARA) - Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof. Tjandra Yoga Aditama meminta pemerintah untuk menjadikan Presidensi G20 sebagai masa bagi negara untuk mempersiapkan diri menghadapi pandemi yang kemungkinan terjadi di masa depan.

“Presidensi Indonesia G20 akan sangat penting untuk membantu dunia dan juga Indonesia tentunya, dalam melakukan persiapan menghadapi kemungkinan pandemi ke depan,” kata Tjandra dalam Konferensi Pers DBS Asian Insights Conference 2022: Towards a Revolutionary Future yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.

Tjandra menuturkan bila seluruh negara ingin menata ulang dan mewujudkan arsitektur kesehatan dunia yang lebih baik, maka penanganan pandemi COVID-19 harus betul-betul lebih dipelajari dan dipahami oleh seluruh pihak.

Sebab, dunia dirasa masih belum siap dalam menangani pandemi meskipun sudah memiliki pengalaman menghadapi pandemi influenza H1N1 yang pernah melanda seluruh dunia pada bulan Januari tahun 2009.

Baca juga: Inisiatif dana kesehatan global untuk hadapi pandemi di masa depan

Baca juga: Menko Airlangga: Tak ada kasus COVID-19 menonjol di acara G20


Menurut Tjandra, ada tiga hal yang dapat terjadi kembali pada pandemi COVID-19. Pertama, meskipun pandemi influenza H1N1 sudah dicabut oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 10 Agustus 2010, dampak pasca kejadian itu masih bisa dirasakan sampai hari ini.

“Dampak itu terbukti pada tahun 2010 sampai 2022, virus H1N1 ini masih ada. Kadang-kadang dominan kadang-kadang tidak dominan populasinya, jadi itu juga akan terjadi pada COVID-19 saya kira,” kata Tjandra yang juga Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI.

Kedua, status pandemi H1N1 yang sudah diberhentikan itu, masih menyisakan pertanyaan-pertanyaan yang belum bisa terjawab oleh para peneliti di dunia hingga saat ini. Apalagi dengan COVID-19 yang baru dikenal dalam waktu dua tahun belakangan, katanya.

Ketiga, Tjandra mengatakan meskipun pandemi akibat influenza H1N1 itu sudah berakhir dunia masih bersikap waspada dan menjaga, baik penanganan untuk virus tersebut. Sehingga hal itu juga harus diberlakukan oleh setiap negara dalam menangani pandemi COVID-19.

Dengan melihat sejarah tersebut, kewaspadaan sebuah negara menyiapkan diri menghadapi pandemi menjadi hal yang sangat penting agar dapat meminimalisir dampak buruk yang diberikan dari sebuah virus.

Dalam hal itu, Tjandra menyarankan agar sebuah negara memberikan pelatihan secara rutin, baik kepada tenaga kesehatan maupun fasilitas kesehatan supaya dapat terus bersiap bila sewaktu-waktu pandemi terjadi kembali.

“Kalau sekarang, mungkin ini terlihat agak berlebihan dan menjadi berat. Karena dari pengalaman 10 tahun yang lalu dunia sudah mencoba bersiap, ternyata saat menghadapi COVID-19 justru seperti ini. Makanya kalau bisa, ke depan persiapannya jauh lebih baik lagi,” ucap Tjandra.*

Baca juga: Menko Ekonomi berharap pemuda dorong pemulihan ekonomi inklusif di Y20

Baca juga: Sri Mulyani: Pandemi jadi pengingat keras kerentanan ekonomi global


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022