Besarnya tanggung jawab terhadap aset yang dikelola mendorong kita untuk melakukan tata kelola yang baik, termasuk dengan penerapan LDI
Jakarta (ANTARA) - Ketua Subtim Pengembangan Bisnis Project Management Office BUMN Klaster Asuransi dan Dana Pensiun Pantro Pander Silitonga menyoroti pentingnya penerapan liability driven investment (LDI) dalam memastikan pemenuhan liabilitas jangka panjang dalam praktik tata kelola perusahaan asuransi dan dana pensiun.

"Dengan penerapan LDI yang dikombinasikan dengan prudent management dan profesionalisme, perusahaan asuransi akan mampu memberikan proteksi yang dijanjikan dan dana pensiun mampu memenuhi kewajiban kepada peserta," ujar Pantro dalam keterangan di Jakarta, Kamis.

Menurut Pantro, pengelolaan aset di industri asuransi dan dana pensiun harus menekankan pada aspek capital preservation, di mana strategi investasi disusun untuk memenuhi kewajiban dan kebutuhan arus kas untuk pembayaran klaim dan manfaat di masa kini dan yang akan datang.

"Syarat utama untuk menjalankan prinsip LDI adalah perusahaan asuransi dan dana pensiun harus memiliki liabilities profile yang komprehensif. Setelah itu asetnya dibagi ke dalam beberapa kategori yaitu aset inti, aset surplus dan aset divestasi," kata Pantro.

Hal itu diamini oleh Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo. Dalam beberapa tahun terakhir, lanjutnya, total aset industri asuransi terus menunjukkan pertumbuhan, dimana sebagian besar justru merupakan aset investasi.

"Besarnya tanggung jawab terhadap aset yang dikelola mendorong kita untuk melakukan tata kelola yang baik, termasuk dengan penerapan LDI," ujar Kartika.

Sementara itu, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi Masyita Crystallin menilai, perlu upaya perbaikan sistem dalam meningkatkan aset kelolaan dan tingkat kepesertaan dana pensiun dan sukarela untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sebagai jaminan sosial masyarakat.

Pandangan tersebut mengacu pada data sektor keuangan nasional yang dirasa masih dangkal. Mengutip pada hasil riset IFG Progress, kedalaman aset industri asuransi per PDB Indonesia masih berada di level 5,8. Angka itu masih tertinggal dibandingkan empat negara ASEAN lainnya seperti Filipina (10,8), Malaysia (22,3), Thailand (29,3), dan Singapura (86,8).

Padahal, pada riset yang sama, IFG Progress menyatakan adanya kausalitas positif antara penetrasi asuransi dan pertumbuhan ekonomi.

Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan pengembangan dan penguatan sektor keuangan, terdapat lima pilar dan visi reformasi yang butuh dilakukan, yaitu meningkatkan akses ke jasa keuangan, memperluas sumber pembiayaan jangka panjang, meningkatkan daya saing dan efisiensi, mengembangkan instrumen dan memperkuat mitigasi risiko, serta meningkatkan perlindungan investor dan konsumen.

PMO Klaster Asuransi dan Dana Pensiun, Subtim Pengembangan Bisnis Workstream Investment Ecosystem sendiri merupakan bagian dari Tim Percepatan Penguatan Badan Usaha Milik Negara.

Terdapat sepuluh perusahaan yang merupakan anggota PMO ini, diantaranya PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero), PT Asuransi Jasa Indonesia, PT Asuransi Kerugian Jasa Raharja, PT Asuransi Kredit Indonesia, PT Jaminan Kredit Indonesia, PT Asuransi Jiwa IFG, PT Asuransi Jiwasraya (Persero), PT Asabri (Persero), PT Taspen (Persero), PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero).

Baca juga: Varian Omicron merebak, industri asuransi tetap pede jalani 2022
Baca juga: LPS akan diberi mandat untuk jamin polis asuransi
Baca juga: BPJS Ketenagakerjaan dan asosiasi dapen ajak investor beli saham

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022