Penembakan terhadap empat anggota FPI di dalam mobil merupakan upaya bela diri.
Jakarta (ANTARA) - Tim pengacara yang mewakili dua polisi terdakwa pembunuhan sewenang-wenang (unlawful killing) menyampaikan penembakan terhadap empat anggota FPI di dalam mobil merupakan upaya bela diri.

Dengan demikian, penembakan itu, yang terjadi di dalam mobil Xenia milik kepolisian pada 7 Desember 2020, tidak dapat dipidana.

“Perbuatan terdakwa harus dinyatakan sebagai pembelaan terpaksa (noodweer) dan/atau pembelaan terpaksa yang melampaui batas (noodweer exces), maka berdasarkan ketentuan Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) KUHP tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana karena perbuatan yang dilakukan terdakwa Briptu Fikri Ramadhan tersebut merupakan perbuatan yang dibenarkan secara hukum,” kata Koordinator Tim Penasihat Hukum Henry Yosodiningrat saat membacakan pembelaan secara virtual, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat.

Dalam pembelaan untuk dua terdakwa, tim penasihat hukum menyampaikan penembakan itu terjadi saat empat anggota FPI yang hendak dibawa ke Polda Metro Jaya dari Rest Area Km 50 Tol Cikampek menganiaya Brigadir Polisi Satu (Briptu) Fikri Ramadhan dan berusaha merebut senjatanya.

Dalam pergulatan itu, yang terjadi dalam mobil Xenia milik kepolisian, Inspektur Polisi Dua Elwira Priadi menembak dua anggota FPI ke arah dada hingga akhirnya tewas.

Walaupun demikian, Ipda Elwira yang sempat jadi tersangka tidak sampai ditetapkan jadi terdakwa, karena dia meninggal dunia sebelum kasusnya masuk persidangan.

Sementara itu, senjata milik Briptu Fikri yang tengah berusaha direbut anggota FPI itu akhirnya meletuskan tembakan ke dua anggota Laskar FPI.

“Senjata api milik terdakwa (Briptu Fikri, Red.) berupa pistol semi otomatis yang sudah dalam keadaan terkokang sejak di Hotel Novotel Karawang meletus mengenai 2 orang yang duduk di bagian belakang. Terdakwa tidak mengarahkan senjata apinya ke arah tertentu serta terdakwa tidak mengetahui siapa yang menarik pelatuk senjata api yang sudah dalam keadaan terkokang,” kata Henry dalam pembelaannya.

Menurut penasihat hukum, tidak ada fakta-fakta persidangan yang menunjukkan terdakwa membalikkan badan ke arah belakang sambil berlutut di kursi untuk menembak dua korban, yaitu Muhammad Reza (20) dan Muhammad Suci Khadavi (21).

Sementara itu, tim penasihat hukum pada dokumen pembelaan yang berbeda, menyampaikan perbuatan terdakwa lainnya, Ipda Mohammad Yusmin Ohorella, juga bukan perbuatan pidana.

Dalam insiden penembakan itu, Yusmin bertugas mengendarai mobil.

Ia sempat mengingatkan rekannya, Ipda Elwira, untuk berhati-hati.

Perbuatan itu, menurut penasihat hukum, bukan perintah menembak, melainkan cara Ipda Yusmin mengingatkan rekannya untuk berhati-hati.

Dua polisi yang menjadi terdakwa kasus penembakan terhadap empat anggota FPI, yaitu Briptu Fikri dan Ipda Yusmin menjalani sidang secara virtual dari tempat penasihat hukum, Jumat.

Keduanya telah dituntut oleh jaksa hukuman penjara enam tahun, karena dua polisi itu diyakini telah melanggar Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Baca juga: Pengacara: Insiden penembakan FPI karena Rizieq Shihab tak kooperatif
Baca juga: Jaksa tuntut dua polisi "unlawful killing" 6 tahun penjara

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2022