Adanya bahan pangan yang melimpah baik dari hasil darat maupun laut, seharusnya dapat membuat anak-anak bangsa tumbuh dengan sehat dan memiliki asupan gizi seimbang yang mencukupi.
Jakarta (ANTARA) - Professional Chef sekaligus Budayawan Kuliner Indonesia Haryo Pramoe mengatakan seharusnya tidak ada kasus anak yang terkena gizi buruk di negara yang kaya akan beragam macam bahan pangan seperti Indonesia.

“Tidak ada alasan tidak ada ketahanan pangan di negeri ini seharusnya. Makanya dengan adanya kasus gizi buruk, ini menjadi pertanyaan,” kata Haryo dalam Talkshow Hari Gizi Nasional 2022 bertajuk “Aksi Bersama Cegah Stunting dan Obesitas di Indonesia” yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.

Haryo menuturkan Indonesia seharusnya menjadi bangsa yang patut bersyukur karena sumber daya alamnya sangat beragam dan bisa tumbuh dengan subur. Bahkan ia merasa Indonesia bisa menjadi ‘surga’ dari makanan organik.

Adanya bahan pangan yang melimpah baik dari hasil darat maupun laut, seharusnya dapat membuat anak-anak bangsa tumbuh dengan sehat dan memiliki asupan gizi seimbang yang mencukupi.

Sayangnya, kondisi ekonomi negara yang masih bisa dikatakan lemah serta minimnya edukasi keluarga mengenai pemberian gizi pada anak menjadi masalah dasar yang tak kunjung terselesaikan.

“Bayangkan ada nelayan di depannya laut, tapi anaknya justru makan ikan asin. Ikan segar yang ditangkap dijual untuk penghematan ekonomi, karena mereka memang ekonominya bisa dikatakan lemah,” kata dia.

Dengan kekayaan hasil laut, kata dia, seharusnya tidak ada anak-anak yang lahir dalam keadaan kerdil (stunting) di daerah pantai. Sedangkan di darat di daerah Bandung Selatan misalnya, Haryo mengaku pernah menjumpai anak-anak yang sulit mendapatkan akses susu segar.
Baca juga: Infrastruktur dan warga tak seimbang sebabkan sulitnya atasi gizi anak
Baca juga: Menkes minta semua pihak terlibat aktif perbaiki gizi anak bangsa


Sedangkan di daerah Bandung Utara, banyak anak dekat dengan sumber susu sapi. Artinya, distribusi akses makanan sehat belum tersebar secara merata di Tanah Air, bahkan di dalam satu wilayah itu sendiri.

Padahal, setiap manusia membutuhkan pangan yang mengandung karbohidrat dan protein untuk dapat tumbuh dan hidup dengan baik. Hanya saja selain distribusi akses yang belum merata, masalah birokrasi juga masalah dengan tengkulak membuat kondisi menjadi rumit dan membuat banyak target pemerintah menjadi tidak tercapai.

“Kalau saya bilang, kita bisa membuat kebun organik, atau dari ikan misalnya kalau tidak ada ikan laut ya pakai ikan tambak. Kalau misalnya hasil tanah atau kebun, hasilnya kebun dari hutan,” ucap Haryo yang juga merupakan figur publik itu.

Nutrisionis lulusan Universitas Chulalongkorn Thailand Junaida Astina mengatakan angka kemiskinan yang tinggi di Indonesia menyebabkan akses makanan sehat dan pelayanan kesehatan yang didapatkan masyarakat masih terbatas.

Menurut Junaida, pembangunan ekonomi masih fokus dibangun di Pulau Jawa saja, menyebabkan daerah lain seperti wilayah timur Indonesia baik sanitasi ataupun akses air bersih masih sulit untuk didapatkan.

Termasuk edukasi yang didapat oleh seorang ibu dalam memahami pemberian asupan makanan agar anak memiliki status gizi yang baik.

“Padahal pendidikan gizi ibu itu sangat mempengaruhi status gizi anaknya. Ibu yang pintar seperti misalnya tahu bagaimana cara mengatur gizi bahkan dalam praktiknya akan juga jadi lebih baik,” kata Junaida.

Baca juga: Dinkes DKI dorong pemahaman gizi masuk kurikulum sekolah
Baca juga: Cukupi gizi anak lewat beragam makanan


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2022