Ambon (ANTARA News) - Ribuan warga dari berbagai wilayah di Kota Ambon, Rabu membanjiri Desa Mamala dan Desa Morela Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, untuk menyaksikan atraksi adat "Pukul Sapu" yang digelar setiap 7 Syahwal usai Idul Fitri.

Dengan menggunakan berbagai kendaraan seperti sepeda motor, mobil angkutan umum dan pribadi maupun kendaraan truk, ribuan warga mendatangani Desa Mamala dan Desa Morela berjarak 55 kilometer sebelah Utara Kota Ambon.

Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu dalam sambutan tertulis dibacakan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwiasata (Budpar) Maluku, Florence Sahusilawane mengajak warga Mamala menjadikan tradisi pukul sapu sebagai simbol memperkuat hubungan persaudaraan.

"Tradisi Pukul Sapu tidak saja dijadikan sebagai ritual tahunan tetapi dijadikan sebagai sarana untuk lebih mempererat hubungan persaudaraan sehingga lebih harmonis yang terbingkai dalam budaya "Pela dan Gandong" sebagai cerminan hidup orang basudara baik dengan sesama warga maupun antarumat beragama di Maluku," kata Ralahalu.

Budaya adat pukul sapu di dua desa itu memiliki hubungan darah dari satu leluhur dan dilakukan sejak abad 16 itu, juga menyedot perhatian sejumlah wisatawan mancanegara yang kebetulan sedang berkunjung ke Ambon.

Warga yang ingin menyaksikan tradisi yang sudah ada sejak abad ke 16 itupun harus menentukan pilihan di desa mana harus menonton.

Windiarti warga kota Bandung Provinsi Jawa Barat yang sedang berlibur di Ambon dan menyempatkan diri menonton acara tersebut mengakui kagum dengan tradisi tersebut.

"Ngeri juga liat orang di pukul pakai sapu lidi hingga berdarah-darah tetapi anehnya mereka tidak merasa sakit sedikitpun," katanya.

Dikatakannya tradisi ini harus terus dijaga dan di pelihara agar tidak punah di makan perkembangan zaman.

Pukul Sapu dilakukan sedikitnya 40 pemuda yang terbagi dua kelompok yakni menggunakan celana berwarnah merah dan putih tanpa kemeja.

Dengan memegang dua ikat batangan lidi atau serat daun pohon aren yang masih mentah, kedua regu kemudian saling berhadap-hadapan, sambil menunggu bunyi seruling yang ditiup pimpinan adat.

Saat seruling berbunyi kelompok bercelana merah memukul kelompok celana putih, begitu pun sebaliknya saat seruling dibunyikan, giliran kelompok bercelana putih yang melakukan serangan dan memukul kelompok celana merah.

Aksi saling memukul yang menimbulkan kengerian dan histeria penonton ini diiringi tabuhan rebana dan tifa, di mana dampaknya menambah semangat para pemain untuk saling memukul.

Untuk sekali memukul lawannya pemuda itu masing-masing menggunakan dua hingga empat batang lidi ukuran lebih besar dua kali lipat dari sapu lidi biasa, memukul dilakukan berkali-kali ke badan lawannya dengan sekuat tenaga.

"Syaratnya tidak boleh memukul pada area perut ke bawah dan bagian dada ke atas hingga wajah," kata Ali Malawat salah satu tokoh pemuda Mamala.

Usai melakukan atraksi pukul sapu, luka-luka di yang terdapat di badan pemuda akibat sabetan batang lidi langsung di olesi minyak Mamala. Dalam waktu dua hari luka tersebut sudah sembuh tanpa meninggalkan bekas.

Acara pukul sapu di kedua negeri itu digelar seusai warga setempat menunaikan shalat azhar.
(ANT-184/Z003)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011