Surabaya (ANTARA) - Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Surabaya mengangkat nilai-nilai keragaman dan inklusi, serta menegaskan pentingnya pemerataan dan kesetaraan gender dalam peringatan Hari Perempuan Internasional.

"Salah satu hal terpenting dari kesamaan antara Amerika Serikat dan Indonesia adalah kita menjadi lebih kuat karena menghargai keragaman kita," kata Konsul Jenderal Jonathan Alan melalui siaran pers yang diterima ANTARA di Surabaya, Rabu.

Pada peringatan International Women’s Day atau Hari Perempuan Internasional ini, Konjen AS di Surabaya menggelar diskusi daring bertajuk "Break the Bias" atau Mematahkan Bias pada Selasa (8/3).

Kegiatan tersebut juga didukung MyAmerica Surabaya, Pusat Informasi dan Kebudayaan Tentang Amerika Serikat yang berlokasi di kantor Konjen AS Surabaya, bekerja sama dengan American Corner Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, American Corner Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), dan American Corner Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon.

Program diskusi daring tersebut menampilkan delapan perempuan inspiratif dari seluruh Indonesia di bidang bisnis, olahraga, seni, sains, politik, jurnalisme, disabilitas, dan anti perdagangan manusia. Mereka berbagi kisah inspiratif tentang mematahkan bias, mempromosikan keragaman, dan memastikan inklusi di bidangnya masing-masing. Acara Live Zoom ini dihadiri lebih dari 100 peserta daring dari seluruh Indonesia.

Jonathan Alan menambahkan Konjen AS di Surabaya mengakui partisipasi perempuan yang setara dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi penting bagi perdamaian dan kemakmuran masyarakat Indonesia dan Amerika Serikat.

"Acara ini mengajak kita untuk bersama-sama mematahkan bias terhadap wanita dan anak perempuan," katanya.

Baca juga: Ganjar Pranowo ajak perempuan berani berkontribusi

Menurutnya, kegiatan bertajuk "Break The Bias" ini menghormati kekuatan, keberanian, dan kepemimpinan perempuan dari seluruh Indonesia dengan menghadirkan Maria Anityasari (Direktur Global Partnership, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya), Ni Luh Putu Ary Pertami Djelantik (Pendiri dan Creative Director NILUH DJELANTIK Bali), Mutmainah Korona (Pendiri Sikola Mombine dan Ketua Komisi A DPRD Palu).

Selain itu, Dellie Threesyadinda (atlet panahan dan Kepala Bidang Industri Olahraga Kadin Surabaya), Maizidah Salas (Koordinator Pendidikan dan Sosialisasi Serikat Buruh Migran Indonesia dari Wonosobo), Fadriah (pelukis dari Ternate); Fira Fitri Fitria (Pendiri Organisasi Disabilitas Tuban atau Oribit), dan Adek Berry (pewarta foto Agence France-Presse/AFP Jakarta).

Mereka berbagi cerita tentang upaya mematahkan bias, stereotip, dan diskriminasi terhadap perempuan.

Ni Luh Djelantik mengatakan perempuan setara dan mempunyai kesempatan yang sama tetapi tanpa mengecilkan laki-laki.

"Penghargaan yang kita capai bukan karena gender, 'but because we earned it'," katanya.

Mutmainah Korona juga berbagi kisah memulai karir sebagai politikus perempuan yang turut hadir dan terlibat dalam kebijakan politik, dalam mewujudkan negara yang responsif dan berkeadilan. 

Adek Berry menjelaskan bahwa di dunia jurnalisme foto seharusnya tidak ada perbedaan gender, karena pada akhirnya hasil foto harus menunjukkan kejujuran dari berita dan bukan siapa di belakang lensa. 

Baca juga: Iklim kerja yang dukung kesetaraan kunci tumbuhkan pemimpin wanita
Baca juga: Bappenas: Indeks inklusivitas terhadap kesetaraan gender masih rendah
Baca juga: BRIN: Tingkatkan partisipasi perempuan bagi kemajuan sains dan inovasi


 

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022