Denpasar (ANTARA) - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Made Mangku Pastika mengatakan saat ini diperlukan "dirigen" yang dapat mengorkestrasikan berbagai pihak dalam menangani persoalan sampah di Provinsi Bali.

"Dirigennya harus ada, karena sesungguhnya sudah banyak komunitas yang peduli. Jika mereka masih kerja satu-satu, tentu upayanya menjadi tidak terlihat dan tidak signifikan," kata Pastika di Denpasar, Rabu.

Pastika dalam kegiatan reses bertemakan "Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber: Tantangan dan Solusinya" itu menyebut pemerintah yang paling bertanggung jawab untuk menangani sampah.

Baca juga: Kemendagri-Bali optimistis tuntaskan persoalan sampah jelang KTT G20

Menurut mantan Gubernur Bali dua periode itu, sudah ada dalam regulasi bahwa pejabat yang tidak menangani sampah bisa dipidana.

Melihat kompleksnya masalah sampah ini, Pastika minta agar aspek pengawasan dan pelaksanaannya mendapat perhatian, selain harus didukung dengan anggaran yang memadai. Sebab, kalau dilihat regulasi soal sampah di Bali sudah begitu lengkap.

"Mengapa dengan konsep yang sudah sebegitu banyak tidak jalan? Jika begitu, sampah tetap akan menjadi sampah. Saya juga penasaran, 10 tahun menjadi gubernur, sampah ini 'nggak selesai dan sampai sekarang masalahnya," ucap anggota Komite 2 DPD itu.

Pastika tidak memungkiri untuk mengurus sampah memang tidak sederhana dan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat itu ibaratnya seperti menegakkan benang yang basah.

Baca juga: Anggota DPD dorong desa di Bali contoh penanganan sampah Desa Punggul

Hal senada disampaikan Kepala UPTD Pengelolaan Sampah Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali Ni Made Armadi yang menyebut Bali mengalami masalah sampah yang akut.

Sejumlah kendala masih dihadapi dalam penanganan sampah, seperti keterbatasan fasilitas olah sampah yang belum berjalan optimal, keterbatasan lahan juga pola pikir masyarakat yang belum berubah, belum ada persamaan persepsi terkait kewenangan pengelolaan sampah berbasis sumber. Padahal, berbagai upaya sudah dilakukan termasuk pembinaan kepada masyarakat.

"Saya kira perlu ada semacam sanksi, seperti halnya penggunaan masker saat ini, dimana orang takut tidak pakai masker karena sanksinya jelas," ujar Armadi.

Selain sanksi, perlu ada perubahan paradigma "kumpul, angkut, buang". Jadi, warga secara sadar mau melakukan 3R, yakni Reuse (menggunakan kembali), Reduce (mengurangi sampah), dan Recycle (daur ulang).

Ayu Widiasari dari Kemitraan Bali Resik menambahkan pentingnya melibatkan desa adat dalam penanganan sampah. Bahkan, penting setiap desa adat memiliki perarem (peraturan yang dibuat berdasarkan keputusan rapat adat) soal sampah.

Baca juga: Bali libatkan masyarakat desa, sekolah hingga pengusaha atasi sampah

Baca juga: APSI Bali kerja sama dengan The Sea Cleaner bersihkan sampah di laut


"Kalau bandesa adat (pimpinan desa adat-red) tidak semangat, tim pendamping atau komunitas peduli lingkungan juga akan sulit. Selain itu, bagaimana menggelitik semangat dari desa agar lebih peduli dalam memilah sampah, karena itu menjadi kunci," ucapnya

Tokoh (penglingsir) Puri Ageng Blahbatuh, Anak Agung Kakarsana mengatakan para penglingsir puri selama ini juga turut mensosialisasikan pentingnya pengelolaan sampah.

"Misalnya, kalau semua komunitas dikoneksikan dengan Mulung Parahita tentu akan lebih mudah," ujar Kakarsana.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022