Jakarta (ANTARA) - Penyidik Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sulawesi menyerahkan RMY (27) sebagai tersangka pembuka tambang nikel ilegal dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas di Konawe Utara ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani dalam rilis yang diterima di Jakarta, Kamis, mengatakan penangkapan dan penetapan tersangka serta penyidikan kasus yang melibatkan Direktur PT James & Armando Pundimas (JAS) tersebut bukti keseriusan dan komitmen pemerintah menegakkan hukum dan menindak pelaku kejahatan pertambangan ilegal.

“Kami sangat mengapresiasi Kejaksaan Tinggi Sultra atas dukungannya selama proses penyidikan serta dukungan Kepolisian Daerah Sultra dalam penanganan kasus ini. Pelaku pertambangan ilegal tidak hanya merusak kawasan hutan dan lingkungan hidup tapi mereka juga telah merugikan negara, serta mengancam keselamatan masyarakat akibat bencana ekologis," kata Rasio yang akrab disapa Roy tersebut.

Pelaku pertambangan ilegal seperti yang dilakukan oleh tersangka RMY adalah pelaku kejahatan, katanya.

Baca juga: KLHK tindak tambang nikel ilegal di Konawe Utara

Baca juga: Komnas HAM: Putusan kasus Jurkani harus adil bagi keluarga korban


"Kami ingatkan kembali para pelaku kejahatan lingkungan dan kehutanan, khususnya pelaku tambang ilegal, kami tidak akan berhenti untuk menindak pelaku kejahatan yang mendapatkan keuntungan pribadi di atas kerusakan lingkungan, penderitaan masyarakat serta kerugian negara. Pelaku kejahatan seperti ini telah mengorbankan banyak pihak untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan melanggar hukum. Sudah sepantasnya mereka dihukum seberat-beratnya," ujar dia.

Penyerahan pelaku kejahatan penambangan nikel ilegal di kawasan Hutan Produksi Terbatas di Desa Lamondowo, Kecamatan Andowia, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra) tersebut dilakukan beserta barang bukti tiga ekskavator dan tiga truk jungkit ke Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra.

Penindakan terhadap tambang nikel ilegal itu, berawal dari informasi masyarakat terkait aktivitas penambang nikel dalam kawasan hutan tanpa izin di Kabupaten Konawe Utara, Sultra.

Berdasarkan informasi itu, Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi bersama Polda Sultra, melalui operasi penyelamatan sumber daya alam di Mandiodo, Kecamatan Andowia, Kabupaten Konawe Utara, Sultra, menemukan adanya kegiatan penambangan nikel dengan menggunakan iga ekskavator dan tiga mobil truk jungkit.

Pemeriksaan terhadap pengawas, operator dan supir menunjukkan bahwa penambangan nikel yang dilakukan PT JAP adalah ilegal karena tidak memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dan perizinan lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Kemudian tim mengamankan para pelaku lapangan dan menitipkan barang bukti di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kendari.

Tim penyidik KLHK telah menetapkan RMY Direktur Utama PT JAP sebagai tersangka tanggal 14 Februari 2022. RMY saat ini ditahan di Rumah Tahanan Polda Sultra.

Atas perbuatan tersebut tersangka RMY disangkakan melakukan tindak pidana berdasarkan pasal 78 ayat (2) Jo pasal 50 ayat (3) huruf “a” UU nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan sebagaimana telah diubah dalam pasal 36 angka 19 pasal 78 ayat (2) Jo pasal 36 Angka 17 pasal 50 ayat (2) huruf “a” Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja dan atau pasal 89 ayat (1) huruf a, b dan/ atau pasal 90 ayat (1) Jo pasal 17 ayat (1) huruf a, b, c Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana diubah dalam pasal 37 angka 5 pasal 17 ayat (1) huruf a, b, c Undang- Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP serta diancam hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.*

Baca juga: Merusak alam, tambang emas ilegal Gunung Prabu-Lombok Tengah ditutup

Baca juga: Polda diminta tindak tambang ilegal pakai bahan peledak di Karawang

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022