Bayangin saja, pencipta lagu hanya dibayar 2,5 persen lho dari total pendapatan tiket masuk
Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) menilai tarif royalti musik dan atau lagu untuk pencipta lagu di Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan di negara lain.

"Tarif royalti (musik dan hak cipta lagu) untuk Hak Komunikasi kepada Publik (Public Performing Rights) di Indonesia memang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Namun selain permasalahan tentang tarif royalti, ada hal yang tidak kalah penting," kata General Manager ASIRI Braniko Indhyar kepada ANTARA, Jumat.

Menurut Niko, masih ada pengguna komersial yang belum atau tidak mau membayar royalti atas pemanfaatan lagu dan musik untuk kepentingan komersial mereka.

Mantan pemain keyboard  Kerispatih sekaligus pencipta lagu, Doadibadai Hollo alias Badai, mengungkapkan bahwa royalti musik di Indonesia masih rendah.

Baca juga: Pengusaha berharap mekanisme perhitungan royalti musik ditinjau ulang

"Kalau dibilang relatif rendah, iya betul. Bayangin saja, pencipta lagu hanya dibayar 2,5 persen lho dari total pendapatan tiket masuk atau total produksi acara. Jadi 2,5 persen itu bukan satu lagu. Tapi untuk beberapa lagu yang ditampilkan malam itu," ungkap Badai.

Lebih lanjut, Badai juga menyayangkan bahwa pendapatan pencipta lagu masih tidak sebanding dengan pendapatan artis. Menurutnya, perbedaan tersebut tidak wajar.

"Ya kalau cuma dikasih 2,5 persen, masa bisa bayar artis ratusan juta tapi bayar pencipta lagu mungkin 1 lagu nggak sampai 1 juta rupiah. Kan terjadi ketimpangan banget. Menurut saya itu nggak wajar," kata Badai.

"Yang bisa merubah itu adalah orang-orang yang ada di dalam konteks regulator. Teman-teman yang ada di parlemen. Ini harus dipikirkan gitu. Bagaimana untuk mensejahterakan pencipta lagu," tambahnya.

Baca juga: Kemenkumham akan buat pusat data lagu dan musik untuk transparansi

Sementara itu, Jeane Phialsa alias Alsa, musisi sekaligus anggota Federasi Serikat Musik Indonesia (FESMI) menyampaikan pendapatnya bahwa kenaikan jumlah royalti akan sangat terasa signifikan, khususnya bagi pencipta lagu, apabila semua pengguna musik memiliki kesadaran untuk membayar dan mendistribusikan royalti tersebut.

"Memang banyak sekali PR (pekerjaan rumah) sebenarnya dalam mekanisme royalti ini, belum lagi platform-platform digital yang mungkin belum bekerjasama dengan LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional) maupun publisher di Indonesia untuk mendistribusikan royalti," kata Alsa.

Namun, Alsa mengatakan dirinya tetap optimistis untuk pengelolaan royalti di Indonesia akan semakin baik. Sebab, perlahan dirinya mulai merasakan kesadaran dan pemetaan terhadap alur penghimpunan dan pendistribusian royalti semakin transparan.

Baca juga: Adi "Kla Project" nilai PP 56 sudah sesuai kebutuhan musisi

Baca juga: ASIRINDO tunjuk Musik Hub sediakan konten musik Indonesia yang resmi

Baca juga: Musisi sebut tarif royalti musik di Indonesia sangat rendah

Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2022