Jakarta (ANTARA) - Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-bangsa (UNESCO) menyoroti pentingnya solidaritas global dalam visi pendidikan dunia 2050.

"UNESCO telah menempatkan pendidikan sebagai kunci dalam kemajuan sebuah bangsa dalam  menciptakan solidaritas global, di samping kesehatan. Keduanya saling menguatkan," ujar Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

UNESCO telah mengeluarkan dokumen visi pendidikan 2050 Reimagining Our Futures Together. Terdapat empat pilar pendidikan dari visi tersebut yaitu learning to be, learning to know, learning to do, dan learning to live together.

​​​​Muhadjir menjelaskan pendidikan di Indonesia telah dimulai sejak sebelum kemerdekaan berupa lembaga pendidikan tradisional berbasis keagamaan seperti pondok pesantren.

Baca juga: Praktisi ingatkan dana abadi harus dikelola transparan

Baca juga: Pemprov Kepri validasi belasan ribu siswa calon penerima bantuan SPP


Pondok pesantren muncul sebagai pendidikan berbasis agama Islam di kantong-kantong perjuangan sekaligus menjadi pusat perlawanan terhadap penjajah. Seiring berjalannya waktu, pemikir/pendidik Islam memadukan antara pendidikan di Ponpes dengan pendidikan modern sehingga lahir konsep madrasah.

Muhadjir mengatakan pendidikan harus mampu bertransformasi seiring tantangan umat manusia yang semakin kompleks sebagaimana ditunjukkan oleh pandemi COVID-19.

Maka, kata dia, berkaitan dengan semangat inklusif yang diprakarsai lembaga pendidikan keagamaan termasuk madrasah menjadi sangat penting untuk mewujudkan solidaritas global.

"Indonesia dengan realitas kehidupan aneka ragam, termasuk agama, adalah ciri atau karakter bangsa. Di situ dituntut kesediaan toleransi, saling menghargai, dan tenggang rasa," kata dia.

Sementara itu, Duta Besar/Wakil Delegasi Tetap Republik Indonesia untuk UNESCO Ismunandar mengatakan visi pendidikan 2050 menggarisbawahi kebutuhan akan solidaritas global. Ismunandar mencontohkan ancaman kepada bumi karena eksploitasi kebutuhan dan gaya hidup manusia.

"Saat ini dibutuhkan 1,6 bumi atau hampir dua bumi untuk memenuhi jejak karbon manusia," kata dia.

Masalah lainnya, menurut dia, adalah turunnya demokrasi dan bangkitnya supremasi dan chauvinisme. Di samping itu, kesenjangan digital menghambat akses kepada pendidikan terutama saat pandemi serta munculnya kecerdasan digital yang diprediksi bisa menghilangkan banyak pekerjaan di dunia.

"Semua ini kuncinya adalah bagaimana solidaritas global. Sudah disadari banyak problem kehidupan manusia yang membutuhkan solusi bersama-sama seluruh penduduk bumi," kata Ismunandar.*

Baca juga: Disdik Jabar selenggarakan "Bekasi Edu dan Job Fair"

Baca juga: Universitas Syah Kuala terapkan kuliah luring setelah COVID-19 mereda

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022