Pangkalpinang (ANTARA News) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pangkalpinang, pada Selasa (20/9) mendeteksi kabut cukup tebal hasil dari penguapan air laut menyelimuti daratan Provinsi Bangka Belitung (Babel).

"Berdasarkan pantauan satelit NOAA, kabut cukup tebal ini mulai terdeteksi pukul 05.00 WIB yang menutupi cahaya matahari," ujar Nur Setiawan, Staf Analisa BMKG Pangkalpinang, Selasa.

Ia menjelaskan, kabut ini muncul karena penguapan air laut atau partikel air sebagai dampak musim kemarau yang membentuk butiran-butiran air, sehingga kabut partikel air tersebut menutupi cahaya matahari.

"Kabut ini bukan asap hasil pembakaran hutan yang terjadi di Palembang (Sumsel) pada Senin (19/9), tetapi kabut dan tidak mengganggu kesehatan warga," ujarnya.

Ia mengatakan, Babel merupakan wilayah kepulauan dikelilingi laut yang hasil penguapan air selama musim kemarau cukup tinggi.

"Penguapan air laut karena tiupan angin kering ini bisa berpotensi hujan ringan hingga sedang sehingga ketersediaan air masyarakat kembali mencukupi selama musim kemarau," ujarnya.

Menurut dia, kemunculan kabut ini masih normal, belum mengganggu jadwal penerbangan pesawat udara, lalu lintas kendaraan karena jarak pandang masih normal berkisar lima hingga empat kilo meter.

Apabila jarak pandang karena kabut tersebut sudah di bawah dua kilo meter, maka sudah mengganggu penerbangan pesawat udara, lalu lintas dan aktivitas warga lainnya.

"Apabila jarak pandang sudah di bawah dua kilo meter, kami mengeluarkan surat peringatan kepada maskapai penerbangan dan Bandara Udara Depati Amir untuk menghentikan aktivitas penerbangan untuk mencegah kecelakaan pesawat udara," ujarnya.

Menurut dia, diperkirakan kabut karena uap air ini akan terus berlangsung pada Kamis (21/9) yang berpotensi hujan lokal ringan.

"Perubahan cuaca ini, wajar karena Babel merupakan daerah kepulauan yang dikelilingi laut sebagai pemicu penguapan air," ujarnya.

Namun demikian, kata dia, diimbau masyarakat untuk tidak membakar lahan yang berpotensi kebakaran hutan lebih luas karena selama musim kemarau kecepatan angin cukup kuat sebagai pemicu penyebaran api lebih luas.

"Asap kebakaran hutan ini akan menimbulkan berbagai penyakit seperti Ispa, sesak nafas, batuk dan lainnya.

Selain itu asap tebal sebagai dampak kebakaran hutan akan mengganggu arus lalu penerbangan, kapal laut, kendaraan yang akan mengganggu perekonomian masyarakat," ujarnya.
(T.ANT-040/N005)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011