Jakarta (ANTARA) - Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menyoroti kenaikan pungutan sawit untuk menyubsidi minyak goreng curah dan menyarankan penurunan kandungan 30 persen minyak nabati bahan bakar biodiesel atau B30 untuk mengatasi tingginya harga minyak goreng.

"Kenapa pungutan dana sawit merugikan petani sawit? Karena harga CPO (minyak sawit mentah) itu menjadi acuan penentuan atau penghitungan harga Tandan Buah Segar (TBS) yang di lakukan oleh dinas perkebunan di Indonesia. Jika pungutan CPO tinggi, maka harga CPO yang menjadi acuan penentuan harga TBS petani tadi akan rendah, akibatnya harga TBS juga ikut turun," kata Sekjen SPKS Mansuetus Darto dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Senin.

Dia menilai keputusan pemerintah untuk mengatasi masalah kelangkaan minyak goreng telah mengorbankan petani kelapa sawit di daerah.

Sebagaimana diketahui, pemerintah mencabut HET minyak goreng dan kemudian menyubsidi minyak goreng curah agar bisa dijual di masyarakat seharga Rp14 ribu per liter. Sumber dana untuk subsidi minyak curah tersebut bersumber dari dana yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit dengan menaikkan pungutan dana sawit.

Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 23/PMK.05/2022 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) telah menaikkan pungutan dana sawit secara progresif.

"Dengan kenaikan pungutan dana sawit terbaru melalui PMK 23/PMK.05/2022 ini kami perkirakan pengurangan harga TBS di tingkat petani kelapa sawit sekitar Rp. 600-700/kg TBS," kata Darto.

Menurut dia, masalah tingginya harga minyak goreng bisa diatasi jika program B30 dikurangi menjadi B20. "Ini adalah solusi untuk masalah bahan baku, karena bahan baku habis disedot untuk Program Biodiesel," kata dia.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengakui bahwa melakukan subsidi minyak goreng curah dengan menaikkan pungutan sawit akan merugikan petani sawit. Namun, Lutfi meminta agar permasalahan tingginya harga minyak goreng ini bisa ditangani secara bergotong royong dari semua lapisan, baik masyarakat, pemerintah, maupun pelaku usaha industri sawit.

Lutfi mengatakan petani sawit sudah menikmati tingginya harga CPO selama dua tahun belakangan lantaran harga internasional yang terus naik. Dia meminta agar pelaku usaha sawit yang sebelumnya sudah banyak menikmati keuntungan harus sama-sama memikul beban guna menyediakan minyak goreng murah.

Baca juga: Pemerintah perlu perlancar aliran CPO kepada produsen minyak goreng

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2022