Kita `sharing` informasi dan pengalaman di bidang pendidikan kedokteran, dan pertemuannya berkelanjutan.
Lombok Barat, NTB (ANTARA News) - Pengelola fakultas kedokteran di Indonesia, Malaysia dan Brunei menggelar pertemuan berkelanjutan untuk berbagi informasi tentang kedokteran dari berbagai aspek.

"Kita `sharing` informasi dan pengalaman di bidang pendidikan kedokteran, dan pertemuannya berkelanjutan," kata Ketua I Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) Prof dr Ali Ghufron Mukti Msc Phd, di Senggigi, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Kamis.

Ali merupakan bagian dari delegasi Indonesia untuk pertemuan kedua Forum Dekan Fakultas Kedokteran Malaysia, Indonesia, dan Brunei yang dikenal dengan sebutan Malaysia-Indonesia-Brunei (MIB) Dean`s Forum.

Pertemuan MIB Dean`s Forum itu dipusatkan di Hotel Senggigi Beach, yang pelaksanaannya sejak Kamis (29/9) pagi hingga malam, yang diikuti puluhan orang Dekan Fakultas Kedokteran negeri maupun swasta dari ketiga negara.

Pertemuan kedua MIB Dean`s Forum digandeng dengan Muktamar VI Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) yang juga dipusatkan di kawasan wisata Senggigi, Kabupaten Lombok Barat.

Muktamar AIPKI VI itu diikuti perwakilan dari 72 fakultas kedokteran yang menyebar di berbagai daerah di Indonesia.

AIPKI didirikan sejak 2011 sebagai satu-satunya lembaga yang menghimpun aspirasi seluruh institusi pendidikan kedokteran di Indonesia.

AIPKI juga berkewajiban dalam pengorganisasian kader secara nasional sehingga menargetkan peningkatan kualitas pengelolaan organisasi, pengkoordinasian pendidikan dokter spesialis, pembinaan kemahasiswaan, serta kerjasama dan pengakuan AIPKI secara regional.

Ali yang menjabat Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada itu, mengatakan, para pengelola fakultas kedokteran di Indonesia dituntut untuk terus mengembangkan pola pendidikan karena akan menghadapi mobilisasi tenaga kesehatan, sebagaimana hasil testimoni negara-negara ASEAN.

Karena itu, institusi pendidikan kedokteran harus terus berbenah termasuk peningkatan uji kompetensi yang mengarah kepada peningkatan kualitas tenaga medis.

"Di Malaysia misalnya, ada rumah sakit yang semua pengelolanya merupakan kalangan akademisi fakultas kedokteran. Di Brunei hanya terima 20 orang mahasiswa kedokteran setiap tahun, maka Indonesia pun harus memiliki pola pendidikan yang sesuai, dan tahun ini akan dibenahi sistem seleksi calon mahasiswa kedokteran," ujarnya.

Menurut Ali, pengelola fakultas kedokteran di Indonesia perlu mengembangkan metoda kemitraan dengan fakultas kedokteran negara lain agar di kemudian hari mampu menjawab tantangan mobilisasi tenaga kesehatan.

MIB Dean`s Forum merupakan bagian dari upaya kemitraan untuk mendorong kemajuan lembaga pendidikan kedokteran di Indonesia.

"Kami juga sedang menjajaki jalinan kemitraan dengan negara ASEAN lainnya seperti Vietnam, Laos dan Thailand, yang mungkin saja mengunakan metoda pendidikan kedokteran yang dapat diadopsi. Tapi, ada sejumlah hal yang masih mengganjal, seperti adanya dikotomi negeri-swasta di Vietnam," ujarnya.

Ali mengakui, dalam perkembangan pendidikan kedokteran di negara-negara ASEAN, Indonesia masih tergolong negara yang jumlah dokternya masih kurang, meskipun telah memiliki 72 fakultas kedokteran.

Jumlah dokter di Indonesia masih satu berbanding 3.500 orang, berbeda dengan di Malaysia yang hanya satu berbanding 1.200 orang. Sementara lulusan fakultas kedokteran di Indonesia mencapai 5.000 orang setiap tahun.

"Sejujurnya kita masih berhadapan dengan masalah kualitas dan kuantitas serta pola distribusinya, sehingga akan terus diupayakan mencati formula yang tepat demi kemajuan pendidikan kedokteran di negara kita, dan ini salah satu tugas AIPKI," ujarnya.


Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011