Jakarta (ANTARA) - Tercatat sebagai salah satu pengembang Inovasi Keuangan Digital (IKD) di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada awal 2022, Finantier semakin memperkokoh visi untuk menjadi lapisan infrastruktur yang memberdayakan perusahaan fintech melalui inovasi-inovasi berbasis Open Finance. Pada ekosistem Open Finance yang disuguhkan Finantier, terdapat beberapa produk yang dapat dimanfaatkan perusahaan financial technology, salah satunya layanan Credit Scoring. Terkait ini, Finantier juga telah terdaftar di IKD OJK pada batch ke-15 untuk layanan Innovative Credit Scoring.

Klaster “Innovative Credit Scoring”, secara khusus berisi pemain-pemain yang berhasil menyuguhkan terobosan baru untuk sistem penilaian kredit. Pada klaster ini, Finantier menjadi perusahaan rintisan (startup) Open Finance pertama dan satu-satunya yang saat ini masuk di dalamnya. Hal ini memantapkan komitmen Finantier untuk memberikan layanan keuangan yang lebih aman, nyaman, terjangkau, serta dapat diandalkan.

Selain itu, dengan terdaftarnya Finantier di OJK maka model bisnis yang disuguhkan dalam produk tersebut akan diawasi penuh oleh OJK. Artinya, Finantier akan memberikan jaminan keamanan lebih tinggi terhadap mitra bisnis dan konsumen yang nantinya akan menggunakan layanannya.

Komitmen pertajam solusi Open Finance melalui produk Credit Scoring

Ekosistem Open Finance yang ditawarkan oleh Finantier memberikan banyak manfaat yang dapat dirasakan utamanya kepada industri keuangan di Indonesia. Salah satu produknya yakni Credit Scoring memungkinkan perusahaan untuk melakukan proses penilaian secara lebih mendalam.

Dengan Credit Scoring, penilaian dapat dilakukan melalui agregasi data digital dari berbagai sumber seperti konsumsi pulsa untuk layanan telekomunikasi, histori pembayaran listrik, transaksi e-commerce, dan lain-lain. Pasalnya, data tersebut sangat relevan untuk menilai kemampuan “daya beli” seorang calon nasabah.

Dengan penilaian yang lebih komprehensif, institusi keuangan seperti perbankan, multifinance, bahkan p2p lending bisa menjangkau segmen pengguna yang lebih luas—termasuk kalangan unbankable yang belum memiliki histori kredit di SLIK. Tanpa mencoba menghilangkan sistem sebelumnya (misalnya SLIK), Finantier membantu lembaga keuangan meningkatkan kualitas dan cakupan sistem kredit yang dimilikinya.

Masuknya perusahaan berbasis Open Finance ke dalam regulator turut menyiratkan potensi teknologi ini dalam mengakselerasi inklusi keuangan di Indonesia. Hal ini juga ditegaskan oleh Co-Founder, Edwin Kusuma, memiliki keyakinan solusi Open Finance akan memberikan manfaat besar bagi para stakeholder, pemain industri, dan nasabah dalam menciptakan cara-cara baru dalam bertransaksi.

"Ini adalah bagian dari komitmen kami untuk menyuguhkan solusi layanan Open Finance dan aktif dalam mendorong Inklusi Keuangan dengan menjunjung tinggi otoritas setempat dan regulasi yang ada," ujar Co-Founder & COO Finantier Edwin Kusuma.

Layanan Open Finance di Finantier juga meliputi kapabilitas agregasi akun, pembayaran, verifikasi data, dan sebagainya. Institusi keuangan dapat memanfaatkan layanan tersebut melalui sambungan API yang aman dan terstandarisasi. Sistem akan bekerja secara mulus melalui backend aplikasi yang dikembangkan, memberikan pengalaman baru kepada pengguna dalam mengakses produk-produk finansial yang dibutuhkan.

Sertifikasi ISO 27001:2013 sebagai wujud Open Finance yang aman

Selain bersertifikasi OJK, tahun ini Finantier juga mengantongi sertifikasi ISO 27001:2013. Dengan sertifikasi ini Finantier memastikan setiap proses yang dilaksanakan dalam pengembangan dan implementasi produk Open Finance yang dimiliki akan selalu memperhatikan aspek keamanan informasi.

ISO sendiri merupakan bentuk implementasi dan pendekatan praktik terbaik dalam standar internasional Sistem Manajemen Keamanan Informasi (SMKI atau dikenal sebagai ISMS—Information Security Management System). Sertifikasi ini berlandaskan pendekatan berbasis risiko yang bertumpu pada 3 unsur utama, yaitu orang yang terlibat dalam proses pengamanan (people), proses yang terlibat dalam keamanan informasi (process), dan teknologi yang digunakan sebagai bagian dari teknikal kontrol untuk mendukung kebutuhan bisnis (technology).

Mengingat perusahaan fintech memanfaatkan teknologi internet sebagai bisnis utamanya, mereka memiliki risiko yang tinggi pada dunia maya. Beberapa ancamannya yakni hacking yang berakibat terhadap kebocoran data atau pencurian data.
“Untuk mengurangi risiko yang dihasilkan dari pengembangan sistem (aplikasi dan infrastruktur), ISO 27001:2013 menerjemahkan proses pengamanan terhadap tiga pilar di atas (people, process, technology) ke dalam dua komponen utama yaitu berdasarkan clause dan annex. Clause merupakan ringkasan tujuan dari sejumlah kebutuhan yang harus dilakukan oleh sebuah organisasi sedangkan annex merupakan sebuah referensi atau sandaran terhadap kontrol apa saja yang harus dilakukan,” papar Ricky Setiadi selaku Head of Information Security Finantier.

Implementasi ISO 27001:2013 akan memberikan dampak yang signifikan terhadap bisnis, pelanggan, dan pemangku kebutuhan lainnya. Menurut Ricky, beberapa keuntungan yang Finantier rasakan setelah menjalankan ISMS ini di antaranya mengurangi risiko security breaches, meminimalkan risiko IT dan beserta biaya konsekuensinya, menjaga kerahasiaan informasi, menjaga reputasi, serta meningkatkan kepercayaan dan ekspansi bisnis.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2022