Paparan dosis radiasi yang melebihi batas keselamatan perlu dilakukan pengawasan
Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) mendorong penanganan mineral ikutan radioaktif (MIR) secara komprehensif untuk aspek keselamatan dan keamanan.

"Konsentrasi radionuklida dan radioaktivitas serta paparan dosis radiasi yang melebihi batas keselamatan perlu dilakukan pengawasan melalui peraturan, proses perizinan, inspeksi, yang semuanya didukung dengan kajian-kajian kebijakan," kata Pelaksana tugas Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) Sugeng Sumbarjo dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Rabu.

MIR merupakan mineral ikutan bersifat radioaktif yang dihasilkan dari kegiatan pertambangan minyak dan gas bumi, mineral logam/non-logam, serta industri lainnya.

Sugeng menuturkan kegiatan pemanfaatan industri mineral dan batubara, maupun industri minyak dan gas sangat berpotensi menghasilkan MIR seperti konsentrasi radionuklida dan radioaktivitas serta paparan dosis radiasi.

Untuk itu, Bapeten menyelenggarakan rapat koordinasi nasional (Rakornas) penanganan MIR di Pangkal Pinang Kepulauan Bangka Belitung pada Rabu (22/3), terutama berkaitan dengan pelimbahan akhir bahan MIR yang tidak memiliki nilai ekonomis dan dekontaminasi peralatan dalam industri pengelolaan MIR.

Baca juga: Bapeten-Batan integrasikan sistem informasi pelimbahan zat radioaktif

Baca juga: Bapeten terbitkan Protokol Keamanan Zat Radioaktif


Rakornas tersebut bertujuan untuk menyepakati rencana aksi nasional penanganan MIR 2022-2023 pada industri minerba dan migas, yang mencakup pembagian tugas dan tanggung jawab masing-masing pemangku kepentingan, dari pelaksanaan kegiatan, pembiayaan, serta tenggat waktu penyelesaian setiap permasalahan terkait MIR.

Beberapa rencana aksi yang disepakati dalam rakornas antara lain pemilihan tapak pembuangan permanen (landfill) untuk MIR di daerah, pengaturan tempat landfill untuk MIR di dalam kawasan industri pengelola MIR, penyediaan lahan landfill, survei rona lingkungan, pemetaan inventori MIR dan pelaksanaan dekontaminasi untuk bahan yang mengandung MIR di industri minyak dan gas (migas).

Lebih lanjut,  Sugeng Sumbarjo  mengatakan seiring dengan berjalannya waktu, jumlah MIR akan makin bertambah dan dapat menimbulkan berbagai masalah terkait aspek keselamatan, mulai dari pengolahan sampai penyimpanannya.

Jika penyimpanan MIR tidak terkendali, maka akan menyebabkan paparan radiasi yang terus menerus dan berpotensi menimbulkan bahaya bagi pekerja, masyarakat dan lingkungan sekitar, katanya.

Hal itu dapat makin diperparah dengan maraknya kegiatan usaha tambang yang tidak menerapkan budaya keselamatan, sehingga MIR diolah dan diakumulasi tanpa memperhatikan prinsip keselamatan radiasi dan perlindungan lingkungan, katanya.

Oleh karenanya, perlu penanganan secara komprehensif dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan terkait untuk pengelolaan dan penyimpanan MIR yang mengedepankan aspek keselamatan, tambahnya.

Rakornas itu dihadiri perwakilan berbagai instansi pemerintah pusat dan daerah, serta didukung oleh para pelaku tambang dan penghasil MIR di sektor mineral dan batubara (minerba) dan migas MIR.

Baca juga: Deteksi bahan radioaktif, Indonesia pasang tujuh RPM di pelabuhan

Baca juga: BRIN dan ITK jajaki kerja sama pemanfaatan limbah radioaktif

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022