Pembelian properti bisa jadi salah satu opsi investasi yang sangat menguntungkan bagi wajib pajak peserta PPS.
Jakarta (ANTARA) - Chief Marketing Officer Bukit Podomoro Jakarta Zaldy Wihardja menilai Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pajak atau Tax Amnesty Jilid II yang telah berlaku sejak awal 2022 akan mendorong pertumbuhan industri, termasuk sektor properti.

Menurut Zaldy, mendorong pengalihan harta wajib pajak di luar negeri menjadi investasi di dalam negeri merupakan kebijakan yang sangat menarik.

"Pembelian properti bisa jadi salah satu opsi investasi yang sangat menguntungkan bagi wajib pajak peserta PPS, " ujar Zaldy dalam keterangan di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Kemenkeu: Pajak dari program pengungkapan sukarela capai Rp4 triliun

Menurut dia Bukit Podomoro Jakarta merupakan kawasan premium yang dapat menjadi pilihan investasi masa depan. Selain lokasi strategis di wilayah Jakarta, kawasan ini akan menjadi land mark yang sangat kuat dan magnet ekonomi baru yang mengakomodir semua kebutuhan penghuninya.

Secara khusus Zaldy menjelaskan peluang investasi properti, khususnya di segmen menengah atas alias hunian mewah yang masih sangat besar.

Ia menyampaikan, di tengah fase pemulihan ekonomi yang semakin positif saat ini, properti mewah menjadi salah satu aset yang mengalami kenaikan harga yang cepat.

Hal itu, lanjutnya, dipengaruhi oleh tingkat daya beli masyarakat menengah atas yang juga cepat pulih dibandingkan segmen lainnya.

"Pertumbuhan segmen hunian mewah juga ditopang bunga KPR yang rendah sepanjang sejarah. Ketersediaan pasokan hunian mewah, daya beli masyarakat kelas menengah atas yang masih kuat ditambah stimulus dari pemerintah akhirnya membuat pasar hunian mewah menjadi lebih cepat pulih dari pandemi," kata Zaldy.

Baca juga: Tren properti kian positif jelang pertengahan tahun

Ada dua kelompok wajib pajak yang menjadi sasaran dalam PPS atau Tax Amnesty Jilid II. Pertama, wajib pajak peserta Tax Amnesty jilid I pada 2016 yang belum sepenuhnya mengungkapkan hartanya. Kedua, wajib pajak pribadi yang belum melaporkan hartanya sejak 2016 – 2020.

Secara normal, tanpa mengikuti PPS, kelompok pertama wajib pajak yang diketahui belum mengungkapkan hartanya akan dikenakan tarif PPh final sebesar 25 persen (badan), 30 persen (pribadi), dan 12,5 persen (WP tertentu) dari harta bersih yang ditemukan ditambah sanksi 200 persen. Sementara bagi kelompok kedua, dikenakan sanksi 30 persen dari harta bersih dan denda berupa bunga sesuai ketentuan umum perpajakan.

Dengan mengikuti PPS, kedua kelompok wajib pajak itu bisa mendapatkan keringanan tarif dan terhindar dari denda. Bagi kelompok pertama peserta PPS, mereka akan menikmati tarif PPh final sebesar 11 persen untuk harta di luar negeri tanpa repatriasi. Angkanya PPh menjadi 8 persen untuk harta di luar negeri dengan repatriasi dan harta dalam negeri.

Sementara itu bagi kelompok kedua, tarif PPh finalnya menjadi 18 persen harta di luar negeri non repatriasi serta 14 persen untuk harta di dalam negeri dan harta di luar negeri yang direpatriasi.

Sampai dengan 14 Maret 2022, Kementerian Keuangan mencatat sudah ada 22.448 wajib pajak yang mengikuti PPS. Dari angka tersebut diperoleh PPh senilai Rp3,05 triliun yang berasal dari Rp29,56 triliun harta yang diungkapkan.

Perinciannya Rp25,98 triliun merupakan harta di dalam negeri dan hasil repatriasi harta di luar negeri, Rp1,73 triliun merupakan deklarasi harta luar negeri, dan Rp1,84 triliun merupakan harta yang sudah diinvestasikan ke SBN dan 332 sektor usaha yang ditentukan.

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022