Jakarta (ANTARA) - Hasil survei terbaru Palo Alto Networks mengungkapkan sebanyak 92 persen organisasi di Asia Tenggara meyakini bahwa keamanan siber merupakan prioritas bagi para pelaku bisnis, menyusul perubahan yang diakibatkan pandemi COVID-19.

"Pandemi telah menjadi katalis bagi para pemimpin bisnis di ASEAN untuk memberi perhatian lebih besar pada langkah-langkah pertahanan keamanan siber mereka," kata Field Chief Security Officer Palo Alto Networks, Ian Lim, melalui keterangannya, Jumat.

"Lebih lagi dalam mengelola tenaga kerja jarak jauh di tengah-tengah era yang mengutamakan digital, keamanan siber harus diintegrasikan secara horizontal di seluruh aspek bisnis dan turut dilibatkan dalam setiap kegiatan korporasi," imbuhnya.

Lebih lanjut, para pemimpin bisnis juga telah mengambil tindakan nyata untuk meningkatkan kemampuan keamanan siber organisasi mereka, dengan 96 persen organisasi memiliki tim IT internal khusus yang bertanggungjawab untuk mengelola risiko keamanan siber.

Baca juga: Malware baru ini serang iPhone dan Mac

Selain itu, lebih dari dua pertiga (68%) berencana meningkatkan anggaran keamanan siber mereka pada tahun 2022, didorong oleh adopsi teknologi keamanan generasi berikutnya (48%), kebutuhan untuk mengatasi kesenjangan keamanan siber yang ada (46%), dan kebutuhan untuk mengoptimalkan operasi (44%).

Di Indonesia sendiri, bisnis juga memiliki keprihatinan khusus mengenai anggaran keamanan siber mereka saat ini, sehingga 67 persen pelaku bisnis di Indonesia berencana untuk meningkatkan anggaran keamanan siber mereka pada tahun 2022.

Lebih lanjut, kerja jarak jauh membawa tantangan keamanan siber baru.

Responden survei melaporkan bahwa, tantangan paling besar di Indonesia adalah kebutuhan untuk mendapatkan solusi keamanan siber yang lebih luas untuk melindungi diri mereka dari ancaman siber (63%) dan peningkatan transaksi digital dengan pemasok dan pihak ketiga lainnya (57%) .

Mayoritas organisasi di ASEAN sebesar 94 persen dari mereka mengakui bahwa mereka mengalami peningkatan jumlah serangan siber pada tahun 2021, sementara 18 persen organisasi di Indonesia mengalami lebih dari 50 persen peningkatan serangan siber disruptif.

Selain itu, dibandingkan dengan organisasi lain di ASEAN, organisasi di Indonesia memiliki tingkat risiko ancaman siber yang relatif tinggi (41%).

Organisasi di ASEAN memprediksi satu tren keamanan siber baru yang perlu diperhatikan pada tahun 2022, yaitu bagaimana serangan siber dapat mempengaruhi keselamatan pribadi.

"Dalam upaya mempersiapkan diri untuk dunia pasca pandemi, organisasi di Indonesia harus mampu beradaptasi dengan gangguan dan mengantisipasi segala bentuk ancaman siber yang muncul," kata Country Manager of Indonesia Palo Alto Networks Adi Rusli.

Berikut beberapa praktik terbaik dan rekomendasi perusahaan untuk tetap berada di depan ancaman keamanan siber.

Lakukan evaluasi keamanan siber untuk memahami, mengontrol, dan memitigasi risiko.

Lalu, Mengadopsi kerangka kerja zero-trust demi mengatasi ancaman keamanan siber saat ini dan merancang arsitektur dengan pola pikir “assume-breach”.

Serta, memilih mitra bukan produk. Mitra keamanan siber yang baik dapat memberikan intelijen ancaman terbaru dan menawarkan saran praktis tentang cara membangun arsitektur siber tangguh di semua lingkungan (lokal, cloud, edge).

Baca juga: Survei: Kejahatan siber bisa datang dari perangkat IoT non-bisnis

Baca juga: Palo Alto Networks Prisma Access 2.0 dukung keamanan kerja via cloud

Baca juga: Palo Alto Networks catat pertumbuhan registrasi domain berbahaya

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2022