Gianyar (ANTARA News) - Undang-Undang NO 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dinilai sangat merugikan perajin yang menggunakan bahan baku perak di Bali.

Para perajin dikenai dua jenis pajak, yang terdiri atas pajak untuk bahan baku dan pajak hasil kerajinan yang sudah siap dipasarkan, kata Ketua Asosiasi Perak Bali, I Nyoman Patra, Rabu.

Ia menilai, UU No.42 tahun 2009 tentang PPN itu tidak memberikan nafas bagi para para perajin perak.

"Jika pemerintah mempunyai kepedulian dengan perajin perak, sebaiknya pajak itu direvisi, sehingga tidak merugikan para perajin yang menggunakan bahan baku perak di Indonesia, khususnya Bali," harap I Nyoman Patra.

Dengan adanya revisi undang-undang itu akan membantu perkembangan perajin perak di Tanah Air yang selama ini hasil kerajinan itu mampu menembus pasaran ekspor.

Ia menanyakan kenapa hanya perak yang dikenakan pajak, sementara emas tidak.

Masalah tersebut menurut Nyoman Patra, pengusaha kerajinan perak asal Banjar Cemenggon, Desa Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali itu sudah membicarakan dan mendiskusikan bersama perajin serta Dinas Perindustrian dan Koperasi Kabupaten Gianyar.

Selain itu surat keberatan para perajin di Bali terhadap pajak ganda itu sudah dilayangkan ke Kementrian Perindustrian, namun sampai saat ini belum mendapatkan tanggapan.

Dalam kesempatan terpisah Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gianyar, I Wayan Suamba membenarkan, pihaknya telah melakukan pembahasan menyangkut keluhan perajin perak tentang Undang- Undang No 42 tahun 2009.

Surat keluhan para perajin perak di Bali sebenarnya sudah sampai di Kantor Kementrian, namun sampai saat ini belum mendapat tanggapan.

"Kami belum mendapatkan respon pasti, begitu juga soal Peraturan Pemerintah yang memayungi masalah yang dihadapi perajin perak do Bali," katanya.

Pemerintah bertindak tegas menyangkut PPN, karena Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) sangat intens dalam melakukan pemeriksaan.

"Jika dilanggar sudah jelas menyalahi aturan yang telah ditetapkan, dan pihaknya tidak berani berbuat seperti itu," tutur I Wayan Suamba. (ANT-199/I006)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011