Jakarta (ANTARA) - Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol. Ahmad Nurwakhid mengatakan kelompok Negara Islam Indonesia (NII) merupakan salah satu gerakan politik yang patut diwaspadai karena memiliki ideologi bertentangan dengan Pancasila.

"NII merupakan organisasi dan gerakan politik pertama di Indonesia yang melakukan radikalisasi gerakan politik, yang mengatasnamakan agama, yang sangat membahayakan kedaulatan negara. Ideologi NII merupakan induk ideologi yang menjiwai gerakan-gerakan radikalisme dan terorisme di Indonesia," kata Nurwakhid dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.

Selain berpotensi melakukan tindakan kekerasan dan teror untuk mencapai cita-citanya mendirikan negara berdasarkan syariat agama, NII juga menjadi ancaman bagi kehidupan harmonis di Indonesia karena bertentangan dengan konsensus nasional, bahkan memiliki struktur pemerintahan yang bergerak di bawah tanah, katanya.

Dia menjelaskan penyebaran terorisme di Indonesia memiliki akar sejarah dan ideologi yang bisa dilacak dari gerakan Kartosoewiryo melalui Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pada era-1950-an.

Gerakan tersebut merupakan salah satu gerakan pemberontakan yang cukup menyita perhatian Pemerintah saat itu, karena selain anggotanya yang cukup banyak, juga melakukan i’dad atau pelatihan, serta memiliki pesantren sebagai sarana untuk menanamkan doktrin yang anti-Pancasila.

Baca juga: BNPT minta masyarakat waspadai gerakan Negara Islam Indonesia

Bahkan, lanjutnya, menurut salah satu putra pendiri DI/TII, Sarjono Kartoesuwiryo, saat menyatakan ikrar setia bagi Pancasila pada 2019 di kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan HAM, anggota NII saat ini menurut data resmi masih ada sekitar 2 juta dan tidak termasuk yang belum terdata.

Masih menurut Nurwakhid, selain NII tetap eksis sampai kini, gerakan itu pada masa berikutnya juga bermetamorfosa dalam berbagai jaringan, salah satunya adalah Jamaah Islamiyah (JI) yang didirikan oleh Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir pada tahun 90-an.

"JI sudah ditetapkan sebagai organisasi teroris yang paling bertanggungjawab atas serangkaian aksi terorisme di Indonesia pada awal tahun 2000, dan terbukti ingin mengubah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi satu ke-khalifah-an yang meliputi negara-negara Asia. Dan mayoritas jemaahnya adalah eks DI/TII yang berafiliasi dengan jaringan terorisme global, Al-Qaeda," terangnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, gerakan dan ideologi NII sudah sepatutnya diwaspadai karena memiliki ideologi yang dapat mendorong pada tindakan pidana terorisme, dengan menghalalkan berbagai cara untuk mencapai tujuannya. Selain itu, bahaya ideologi itu terbukti telah memakan korban indoktrinasi yang tak pandang usia, tambahnya.

"Ideologi NII ini sangat berbahaya karena memiliki keyakinan dan keinginan mengubah ideologi negara, menggulingkan pemerintahan yang sah yang dianggap tagut, mempunyai paham takfiri, melakukan gerakan bawah tanah dengan rekrutmen dan pelatihan atau i'dad'," katanya.

Baca juga: Densus 88 sebut 16 tersangka teroris di Sumbar terafiliasi NII

Organisasi NII memang sudah dilarang oleh Pemerintah. Namun, katanya, belum dada regulasi yang melarang ideologi dengan banyak mengilhami tindakan kekerasan dan terorisme di Indonesia itu.

Dia berharap para tokoh agama, akademisi, dan semua pihak memberikan pencerahan kepada masyarakat agar tidak mudah terpengaruh ideologi NII, serta mendorong adanya regulasi yang melarang penyebaran ideologi bertentangan dengan Pancasila.

"Saya sangat senang dengan ketegasan MUI Garut yang secara jelas mengeluarkan fatwa haram organisasi dan Gerakan NII. Semoga hal ini juga diikuti oleh MUI Pusat dan organisasi keagamaan lainnya agar menutup ruang gerak NII," ujarnya.

Baca juga: BNPT dan PBNU perkokoh sinergisitas penanggulangan terorisme

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022