Jakarta (ANTARA News) - Seorang tenaga kerja wanita (TKW) asal Majalengka, Jawa Barat, Tuti Tursilawati akan menghadapi hukuman pancung di Arab Saudi karena diduga telah membunuh majikannya, kata Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, Senin (10/10).

"Nama Tuti Tursilawati memang masuk ke dalam daftar tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dihukum mati di Arab Saudi," kata Anis melalui sambungan telepon yang dilakukan ANTARA, di Jakarta, Senin (10/10).

Anis mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan konfirmasi ke sejumlah pihak terkait, namun tidak ada kejelasan mengenai proses hukum yang berjalan bagi Tuti.

Pemerintah kurang terbuka terhadap sejumlah kasus yang menimpa TKI di Arab Saudi, sehingga sering terlambat menangani proses hukum bagi para TKI yang menghadapi hukuman pancung, kata Anis.

Kendati telah dibentuk satuan tugas (satgas) yang menangani dan membela para TKI yang terancam hukuman mati di luar negeri, tambahnya, diplomasi tingkat tinggi diperlukan untuk membebaskan TKI dari hukuman mati.

"Diplomasi Kepala Negara dalam hal ini sangat penting. Jadi Presiden (Susilo Bambang, red) Yudhoyono harus berada di garda paling depan untuk membebaskan Tuti dari hukuman pancung," tegas Anis.

Tuti Tursilawati diduga telah membunuh majikannya karena membela diri saat mengalami percobaan pelecehan seksual. Tuti akan dihukum pancung di Arab Saudi usai Hari Idul Adha, awal November.

Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Michael Tene, mengatakan pihaknya berupaya keras untuk memberikan perlindungan hukum bagi Tuti Tursilawati.

"Kami berupaya agar dia mendapatkan pemaafan dari pihak keluarga korban," kata Michael Tene, di Jakarta, Jumat (7/10). Kemlu, melalui perwakilannya di Arab Saudi, juga telah memperingatkan Pemerintah Arab Saudi untuk tidak mengulangi kejadian yang menimpa Ruyati, TKI asal Bekasi, Juni lalu.

Ruyati dihukum pancung karena telah membunuh majikannya. Pemerintah Indonesia gagal mengupayakan pembebasan hukuman mati terhadap Ruyati karena ahli waris majikannya tidak mau memberikan maaf.

(SDP-05/A011)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011