Jangan sampai pemenang tender Kalibaru tidak mewujudkan proyek itu"
Jakarta (ANTARA News) - Diawali sedikit gesekan antara PT Pelabuhan Indonesia II dan Kementerian Perhubungan perihal siapa yang berwenang mengembangkannya, proyek terminal peti kemas Kalibaru, Tanjung Priok, akhirnya berjalan juga.

Kementerian Perhubungan menjadi pihak berwenang dalam proyek ini dan sudah melakukan proses prakualifikasi kontraktor, sementara penggagas proyek, Pelindo II diberi hak eksklusif melakukan bargain (right to match) terhadap penawaran harga dari calon pemenang tender.

Berdasarkan keputusan Kementerian Perhubungan, tujuh dari lima peserta lolos tahap prakualifikasi.

Kelimanya adalah konsorsium PT Salam Pacific Indonesia Lines, Cosco Shipping Co Ltd,  PT Brilliant Permata Negara, PT Hutchison Ports Indonesia, dan Cosco Shipping Co Ltd.

Kemudian konsorsium Port Singapore Authority International Ltd, lalu penggagas pengembangan Kalibaru, Pelindo II.

Konsorsium keempat yang lolos adalah Pelindo I dan International Container Terminal Services Inc asal Filipina. Terakhir yang lolos adalah konsorsium PT Nusantara Infrastructure Tbk, Mitsui & Co Ltd, PT 4848 Global System dan Evergreen Group.

Dua konsorsium yang tidak lolos adalah Pelindo IV, dan konsorsium Maersk Lines, PT Pelayaran Bintang Putih, dan APM Terminals Pacific Ltd.



Tanpa bermaksud memihak kepada konsorsium manapun, hasil tahap prakualifikasi itu agak janggal.

Pertama, anggota konsorsium yang lolos adalah perusahaan relatif kecil dengan pengalaman yang juga relatif minim. Sebaliknya, perusahaan besar berarmada besar seperti Maersk Lines malah tidak lolos.

Perusahaan pelayaran dari Denmark itu berhasil membantu Malaysia mewujudkan Pelabuhan Tanjung Pelepas.  Mantan PM Malaysia Mahathir Mohammad melibatkan Maersk sebagai mitra strategis, dengan kompensasi saham.

Kini, karena mutu pelayanannya yang setara namun berbiaya relatif murah, pelabuhan di Johor Baru itu menjadi pesaing pelabuhan Singapura.
 
Kejanggalan kedua, perusahaan-perusahaan yang lolos prakualifikasi pada tataran tertentu terafiliasi dengan Singapura. Sinyalemen ini diakui  Direktur Utama Pelindo II, RJ Lino, dalam salah satu portal berita baru-baru ini.

Lino menyatakan keheranannyapada perusahaan kecil yang tidak jelas namun lolos tahap prakualifikasi. Perusahaan kecil itu, katanya, digabung dengan perusahaan yang anaknya Singapura lagi.

Dengan cara begitu, Indonesia diskenariokan tidak bisa mewujudkan pembangunan pelabuhan yang diproyeksikan bisa menyaingi Singapura tersebut.


Dalam setiap pembangunan pelabuhan besar di Indonesia, riak selalu muncul.  Contohnya, rencana pengembangan Pelabuhan Bojonegara di Provinsi Banten.

Pelabuhan ini digadang-gadang akan menjadi akan hub port oleh penggagasnya. Diluncurkan oleh Presiden Soeharto sebelum angin reformasi berhembus, dilanjutkan oleh dua presiden setelahnya --Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarno Putri-- proyek ini akhirnya kandas.

Sudah ada investor asing yang menyatatak serius terlibat dalam proyek ini. Katanya, investor itu berasal dari Singapura.

Contoh lain adalah pengembangan terminal peti kemas Batu Ampar di Batam, Kepulauan Riau. Dalam proyek ini perusahaan Perancis CMA-CGM telah ditunjuk sebagai pemenang sejak 2007. Namun, hingga kini proyek itu belum terealisasi.

Belajar dari dua kasus tadi dan bukan tidak mempercayai pemerintah, adalah sudah selayaknya masyarakat mengawasi proyek pengembangan terminal Kalibaru demi menghindari masalah-masalah sama terulang lagi.

Jangan sampai pemenang tender Kalibaru tidak mewujudkan proyek itu.

Atau, ini yang terparah, terminal peti kemas Kalibaru sukses dibangun, namun kapal yang bersandar hanya kapal-kapal kecil dan, lagi-lagi, melakukan transshipment di Pelabuhan Singapura.

Pelabuhan adalah aset sangat penting sebuah negara, bukan milik perseorangan atau kelompok perusahaan tertentu.  Jika baik, maka akan baik pulalah perekonomian negara itu, tapi jika tidak efisien, maka perekonomian pun akan seret.

Semua pihak punya andil. Pemerintah jangan mengesampingkan pengawasan masyarakat dan memandangnya hanya memperkeruh suasana.

Masyarakat perlu memastikan proyek pelabuhan  itu jalan dan yang melabuhinya adalah kapal-kapal besar dan pelabuhan itu menjadi tujuan akhir. (*)

(*) Direktur The National Maritime Institute (Namarin)


Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011