Jakarta (ANTARA) - Plt Direktur RSUD Bali Mandara, Ketut Suarjaya mengemukakan tiga kabupaten/kota di Provinsi Bali masih memiliki angka prevalensi anak lahir dalam keadaan kerdil (stunting) di atas 13 persen.

“Bali pernah mengalami angka kekerdilan cukup tinggi. Bali, pada saat itu sempat mencapai angka 31 persen. Namun, dengan kerja keras dan sinergi bersama yang dilakukan pemerintah dan masyarakat, angka itu bisa ditekan,” kata Ketut dalam Forum Merdeka Barat (FMB9) Cegah Stunting, Tingkatkan Daya Saing yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.

Baca juga: Wagub Bali minta dilakukan pemetaan penyebab utama ketengkesan

Ketut menekankan meskipun pada tahun 2021 angka prevalensi kekerdilan di Bali sudah menyentuh 10,9 persen dan menjadi salah satu yang terendah secara nasional, ternyata ada tiga kabupaten/kota yang angka kekerdilannya masih tinggi, yakni Kabupaten Karangasem (22,9 persen), Klungkung (19,4 persen) dan Jembrana (14,3 persen) berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021.

Tingginya angka prevalensi kekerdilan di tiga kabupaten itu disebabkan banyaknya keluarga yang mengalami kemiskinan, juga pola pikir dan perilaku keluarga terkait pemberian asupan gizi yang masih rendah.

Ketut mengatakan Bali juga masih harus berjuang, meski secara persentase angka tersebut kecil, jumlah balita kerdil di Bali diperkirakan sebanyak 34.898 anak.

“Anak-anak kita mengalami kekerdilan, tentu ini tidak boleh kita biarkan saja. Sehingga, upaya-upaya yang dilakukan mulai dari saat kekerdilan masih sangat tinggi, kabupaten bersama provinsi akan didorong untuk membuat inovasi,”

Guna mendorong angka prevalensi kekerdilan semakin turun, katanya, Pemerintah Bali membuat beragam inovasi, seperti menghadirkan program Gerakan Badung Sehat (Garbasari) yang fokus pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) anak, dibentuknya tim pencegahan kekerdilan di Gianyar yang melibatkan berbagai pihak, serta pengadaan produk pangan sebagai makanan tambahan di posyandu.

Baca juga: BKKBN Bali: Cegah stunting lewat tim pendamping keluarga

Baca juga: BKKBN: Data kesehatan balita penting dalam program Pendataan Keluarga


“Produk-produk pangan sebagai tambahan makanan di posyandu ini juga akan menambah motivasi masyarakat untuk meningkatkan konsumsi, terutama protein bagi anak-anak balita. Jadi, inovasi inovasi ini kami kembangkan terus dan kami duplikasi ke kabupaten lain,” ujar Ketut.

Dengan beragam inovasi yang dikembangkan, kolaborasi setiap pihak dan melalui koordinasi dengan Kementerian Kesehatan, Ketut berharap jumlah anak yang mengalami kekerdilan dapat turun menjadi 6,15 persen pada tahun 2024.

“Kita optimistis wujudkan, tentu dengan peran serta bersama, baik pemerintah, masyarakat maupun pihak lainnya yang akan berperan secara aktif dalam upaya penurunan angka kekerdilan,” kata dia.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022