Ini ruhnya pengelolaan perikanan tangkap
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menekankan urgensi Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 19 Tahun 2022 sebagai dasar pengalokasian sumber daya ikan dalam pengelolaan perikanan demi menjaga kelestariannya.

Kepmen KP Nomor 19 Tahun 2022 tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan, Jumlah Tangkapan Ikan yang Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia itu berisi tentang potensi sumber daya ikan (SDI), jumlah penangkapan yang dibolehkan serta pemanfaatannya.

"Ini ruhnya pengelolaan perikanan tangkap. Tujuan perikanan itu salah satunya menjaga kelestarian SDI. Tentu kita perlu reference point, titik acuan, bagaimana agar SDI ini lestari. Yaitu kita mengetahui batas-batas potensi SDI dan berapa yang bisa dimanfaatkan berdasarkan Kepmen itu," kata Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan Ditjen Perikanan Tangkap KKP Ridwan Mulyana dalam Bincang Bahari: Sosialisasi Kepmen 19/2022 yang dipantau secara daring di Jakarta, Rabu.

Kepmen tersebut, lanjutnya, juga dinilai akan jadi acuan dari aspek ekonomi dan sosial, khususnya terkait penerimaan negara dan peningkatan pendapatan masyarakat kelautan dan perikanan.

Makna penting lainnya dari Kepmen 19/2022 yaitu fungsinya sebagai acuan untuk penentuan lebih lanjut alokasi atau kuota sumber daya ikan.

"Terkait penangkapan ikan terukur, saya kira ini jadi poin penting bahwa dari sinilah nanti diputuskan berapa alokasi nelayan lokal, industri, maupun alokasi untuk nonkomersial," katanya.

Alokasi nonkomersial mencakup untuk pendidikan, pelatihan, hobi dan lainnya.

Ketua Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan) Indra Jaya, dalam kesempatan yang sama, menjelaskan proses estimasi potensi perikanan tangkap sudah dilakukan sejak lama dan dijadikan dasar dalam pengelolaan perikanan.

Proses pengkajian dilakukan diawali dengan pengumpulan data baik melalui survei, observer, pencacahan data di basis pendaratan ikan hingga statistik perikanan satelit.

Semua proses itu dilalukan di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) terhadap 9 kelompok ikan mulai dari ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan demersal, ikan karang, udang, lobster, kepiting, rajungan dan cumi-cumi.

Data tersebut kemudian diproses dan dianalisis dengan menggunakan model pengkajian stok sumber daya yang ada.

Hasil analisisnya berupa angka potensi dan status stok sumber daya ikan di WPPNRI serta rekomendasi jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) dan jumlah kapal maksimum di setiap WPP.

"Hasil analisis akan keluar angka estimasi MSY atau potensi. Kita juga bisa dapatkan tingkat pemanfaatan dari sumber daya yang ada. Dengan tingkat pemanfaatan ini juga kita bisa menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan," katanya.

Dengan proses tersebut, lanjut Indra, maka pemerintah tidak lagi menggunakan satu angka yang sama seperti kebijakan sebelumnya untuk mengukur tingkat pemanfaatan semua komoditas ikan.

"Kami merekomendasikan estimasi ini akan terus ditingkatkan akurasinya. Namun, perlu ada dukungan kelembagaan sehingga unit pengumpul bisa bekerja dengan memadai. Kami harap rekomendasi hasil kajian ini bisa jadi dasar pengambilan keputusan dan penyusunan peraturan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan," pungkas Indra.

Kepmen KP Nomor 19 Tahun 2022 dikeluarkan agar bisa sejalan dengan aturan turunan UU Cipta Kerja, khususnya PP Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan.

Namun, berbeda dengan Kepmen KP sebelumnya, yakni Kepmen Nomor 50 Tahun 2017, pada Kepmen KP Nomor 19 Tahun 2022 tidak memukul rata jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 20 persen untuk semua jenis ikan namun dihitung secara lebih rinci untuk setiap jenis ikan.

Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022