Jakarta (ANTARA) - Tertampar, terkaget dan ingin menangis, itulah sederet emosi yang dirasakan selebritas Wynne Frederica atau akrab disapa Chacha Frederica ketika melihat langsung permasalahan stunting di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah dalam setahun terakhir.
 
Wanita berhijab yang menjabat sebagai Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kabupaten Kendal itu baru mengetahui banyaknya ibu hamil berusia 17 tahun dalam kondisi kekurangan energi kronik (KEK) di wilayah kerjanya.

Kondisi ibu KEK bisa disebabkan kurangnya asupan nutrisi dan ini berpotensi menghasilkan keturunan stunting di kemudian hari. Salah satu dampak buruk stunting pada anak yakni perkembangan otak yang lebih rendah dan terganggu sehingga IQ-nya lebih rendah bahkan hingga 10 poin.

Merujuk pernyataan Ketua Satgas Stunting dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Prof. Dr. dr. Damayanti, R. Sjarif, Sp.A(K), stunting merupakan perawakan tubuh anak pendek yang disebabkan kekurangan gizi kronik. Penyebabnya bisa karena asupan makanan yang tidak adekuat ataupun kebutuhan makanan anak meningkat karena penyakit seperti infeksi.

Baca juga: Chacha Frederica promosi wisata bahari Mamuju

Kenaikan berat badan anak yang tak adekuat hingga 1000 hari pertama kehidupan (HPK) menjadi salah satu tanda awal yang seharusnya membuat orang tua sadar dan segera membawa anak mereka ke dokter.

Sayangnya, menurut Chacha, informasi stunting yang benar belum sampai pada masyarakat secara tepat sehingga tak semua dari mereka paham mengenai hal ini.

"Saya merasa permasalahan di lapangan sangat ruwet. Ketika saya baru hadir, dibagikan print out tentang stunting itu apa. Di sini salah satu terindikasi stunting adalah wajahnya terlihat tua. Kita bisa nge-judge anak terlihat tua dari mana," kata dia dalam sebuah acara kesehatan yang digelar daring belum lama ini.

Di sisi lain, para ibu dan tenaga kesehatan juga belum mempraktekkan cara menimbang bayi yang benar. Dia menemukan, anak ditimbang sembari masih mengenakan topi, baju, dan popok. Alasan mereka, membuka baju anak sebelum menimbang memakan waktu, sementara tenaga kesehatan harus melayani sampai 50 pasien.

"Bahkan saya bisa nangis, saya datang ke satu puskesmas. Ada 30 anak dikumpulin, itu ke-30 nya stunting," tutur dia.

Wynne beruntung mendapatkan edukasi mengenai stunting dari para profesional kesehatan. Dia pun paham indikasi stunting bukan berdasarkan wajah sehingga meminta pejabat kesehatan di Kendal menghentikan penyebaran print-out dalam bentuk flyer berisi informasi salah, kepada masyarakat.

Dia lalu menganjurkan ibu-ibu mengikuti anjuran dari Kementerian Kesehatan tentang menimbang anak tanpa menggunakan popok. Chacha pun memastikan penimbangan dilakukan dengan benar.

"Saya bilang tidak apa-apa kalau angka stunting di Kabupaten Kendal naik. Tapi naik kita jujur. Jangan asal bos senang, pak bupati senang. Saya enggak mau begitu," kata dia.

Saat ini angka stunting di Kabupaten Kendal naik menjadi 15 persen dari semula tercatat sebanyak 8 persen. Namun, Chacha mengaku tak mempermasalahkan hal ini, karena berpegang pada pendapat, "jangan asal bos senang".

Kemudian, sebagai upaya memberikan edukasi tentang stunting, dia terinspirasi menggelar rembuk stunting dan mendatangkan para profesional kesehatan untuk berbicara stunting. Dia juga bekerja sama dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan rumah sakit setempat menyediakan layanan kesehatan gratis untuk 100 ibu hamil KEK yang tidak memiliki BPJS dan tidak mampu selama satu tahun.

Ke depannya, dia berharap dapat memfasilitasi pendidikan tentang ASI dan makanan bergizi seimbang pada murid-murid SMP seperti halnya di Singapura.

"Saya Insya Allah akan berbicara dengan kepala dinas pendidikan. Saya ingin, di Indonesia walau mereka menikahnya masih nanti, tapi harus tahu itu dari sedini mungkin," demikian harap Chacha.

Baca juga: Chacha Frederica imbau para orang tua beri imunisasi pada anak

Baca juga: Elzatta luncurkan "Citra Series", kolaborasi bareng Citra Kirana

Baca juga: Chacha Frederica ingin belajar di pesantren Indonesia di AS

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2022