Surabaya (ANTARA) - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengingatkan Kementerian Tenaga Kerja memperhatikan ketepatan data penerima sehingga tidak salah sasaran saat menyalurkan bantuan subsidi uang (BSU) kepada 8,8 juta pekerja dengan gaji di bawah Rp3 juta.

"Kami apresiasi langkah pemerintah. Namun ini bicara keadilan. Jangan sampai orang yang berhak menerima malah terlewat, sedangkan orang yang masuk kategori mampu malah mendapatkannya. Ini sering terjadi dan akurasi data ini perlu dipastikan benar oleh pemerintah supaya tepat sasaran," ujar LaNyalla, saat kunjungannya ke Dapil Jatim, Rabu.

LaNyalla mengatakan penyaluran BSU akan sulit dilakukan melalui BPJS Ketenagakerjaan. Sebab faktanya banyak pekerja penerima upah berkisar Rp3 juta yang tidak terdaftar dalam kepesertaan BPJS tersebut.

Baca juga: Ketua DPD ingatkan masyarakat utamakan kebutuhan pada bulan puasa

Oleh karena itu, LaNyalla menyarankan agar sebaiknya Kemenaker memiliki data back up yang menunjukkan angka nyata para pekerja Indonesia baik yang formal maupun yang nonformal.

"Saat ini banyak buruh yang bekerja dengan sistem outsourcing. Biasanya durasi waktu kontrak 3 bulan, 6 bulan atau satu tahun. Alih-alih memikirkan iuran bulanan, mereka ini sangat berat bebannya karena harus kembali menganggur setelah habis masa kontrak kerja dan mencari pekerjaan lain lagi," kata LaNyalla dalam siaran persnya di Surabaya

Dalam permasalahan ini, katanya, Kemenaker perlu sensitif sehingga harus mempertimbangkan bahwa banyak perusahaan yang memberlakukan sistem kontrak dengan durasi waktu pendek.

Baca juga: Ketua DPD RI ajak masyarakat awasi penyaluran solar bersubsidi
Baca juga: LaNyalla bertemu Alim Markus nostalgia masa lalu


Makanya, kata dia, agar basis penerimanya kuat, Kemenaker perlu melakukan sensus di perusahaan-perusahaan di wilayah yang UMR-nya kecil.

"Kelompok inilah yang rentan dan lebih memerlukan bantuan subsidi," ujarnya.

Selain itu, BSU kalau bisa diperluas ke pekerja informal yang jumlahnya banyak dan sebagian besar mempunyai gaji di bawah Rp3 juta.

"Contohnya guru honorer, mereka tidak mungkin ikut kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan dengan kewajiban membayar sejumlah uang sementara honornya sangat jauh dari standar UMR," tuturnya.

Pewarta: A Malik Ibrahim
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022