Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyatakan setiap remaja khususnya perempuan dapat memberikan kontribusi kepada pencegahan stunting (kekerdilan).

“Generasi muda menyiapkan dirinya untuk bisa sehat sebelum menikah itu sudah merupakan kontribusi luar biasa karena mereka juga menjadi bagian dari pelaku,” kata Hasto dalam keterangan tertulis BKKBN yang diterima ANTARA di Jakarta, Kamis.

Hasto menuturkan para remaja merupakan pelaku yang bisa mempengaruhi dirinya sendiri ataupun orang lain. Remaja adalah penentu sekaligus pelaku yang akan diukur untuk menyatakan sukses tidaknya program percepatan penurunan stunting yang diusung pemerintah serta penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB).

Baca juga: BKKBN: Pertajam data keluarga agar kekerdilan diatasi tepat sasaran

Idealnya, para remaja dapat berkontribusi mencegah stunting dengan tidak terkena anemia. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan memeriksakan kesehatan yang meliputi pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah tiga bulan sebelum melangsungkan pernikahan.

Pemeriksaan itu dapat dilakukan di seluruh fasilitas kesehatan yang ada dan bertujuan agar faktor-faktor risiko penyebab stunting pada calon ibu dapat diketahui bahkan sebelum menikah dan melahirkan seorang bayi.

Sebab, kata dia, terdapat data yang menunjukkan bahwa remaja putri usia 15-19 tahun dengan kondisi berisiko kurang energi kronik (KEK) ada sebesar 36,3 persen. Sementara wanita usia subur 15-49 tahun dengan risiko kurang energi kronik masih 33,5 persen dan wanita dengan anemia sebesar 37,1 persen.

Hasil pemeriksaan kemudian akan diinput melalui aplikasi Elsimil (Elektronik Siap Nikah dan Hamil) yang menyasar kepada para calon pengantin, ibu hamil dan pascamelahirkan sebagai alat pemantau kesehatan, yang juga memuat edukasi seputar kesiapan nikah dan hamil.

Baca juga: BKKBN: Program Bangga Kencana tak boleh luput meski fokus ke stunting

Dari hasil pemeriksaan dapat terlihat potret kondisi para remaja putri yang terkena anemia. Bila diperlukan, pemerintah akan memberikan bantuan berupa tablet tambah darah yang dapat dikonsumsi selama 90 hari. Apabila remaja putri mengalami kondisi under nutrition, maka akan diberikan pendampingan guna memperbaiki asupan gizi selama tiga bulan.

Hasto juga berharap agar para remaja laki-laki yang menjadi calon ayah mengurangi konsumsi rokoknya agar terbentuk kualitas sperma yang berkualitas.

Menurut Hasto, melalui sosialisasi yang dilakukan oleh duta-duta Generasi Berencana (Genre), para remaja dapat memahami perannya dan menjadi kunci dari penerapan segala bentuk informasi dan pesan yang disampaikan oleh pihaknya.

“Melalui teman sebaya informasi dan pesan akan lebih mudah dipercaya oleh remaja, apalagi kalau yang berbicara tidak hanya seorang remaja tapi juga sekaligus public figure,” ucap dia.

Dokter sekaligus Founder Limitless Indonesia dr. Nadhira Nuraini Afifa mengatakan anemia terjadi ketika kebutuhan tubuh akan zat besi sedang tinggi seperti sedang hamil atau ada infeksi kronik bisa juga karena menstruasi sehingga mengeluarkan zat besi lebih banyak.

Baca juga: BKKBN: Data presisi sangat penting dalam pencegahan stunting

Ia mengatakan, baik anemia maupun stunting tidak melihat status ekonomi. Sebab data statistik menunjukkan stunting 60 persen terjadi pada kalangan menengah ke bawah dan 40 persen di kalangan menengah ke atas.

“Jadi stunting sebenarnya bisa terjadi pada kalangan manapun kalau kita tidak mengetahui dan memahami apa stunting itu sendiri," ucap dia.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022