Kota Bogor (ANTARA) - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor, Jawa Barat Atang Trisnanto menilai kebijakan pemerintah pusat mengenai bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng senilai Rp300 ribu untuk tiga bulan ke depan kepada masyarakat tidak tepat.

"Ibarat anak sakit jatuh terluka, yang dilakukan bukannya mengobati area yang sakit, tapi malah memberi es krim. Betul anaknya berhenti menangis, tapi tidak mengatasi persoalan utama," kata Atang kepada ANTARA di Kota Bogor, Kamis.

Menurutnya, kebijakan BLT minyak goreng semakin membuktikan bahwa Pemerintah tidak berdaya menghadapi penguasa pasar minyak goreng Indonesia.

Kebijakan BLT ini setidaknya merugikan dua hal. Pertama, anggaran negara yang seharusnya bisa dipakai untuk hal lain malah akan tersedot.

Baca juga: Distribusi minyak goreng capai 117 kg per pekan di Pasar Sungai Bambu

Baca juga: Pemkot Jakpus targetkan 5.000 warung jadi penyalur sembako murah


Padahal dengan kekuasaan, pemerintah seharusnya bisa mengatur dan mengelola rantai pasok serta distribusi minyak goreng, tanpa harus keluar biaya. Biaya ini bisa dialihkan untuk hal lain yang lebih mendesak seperti subsidi BBM dan gas yang juga semakin memberatkan.

Atang pun berpendapat, kerugian kedua BLT ini tidak akan langsung menyelesaikan mahal harga minyak goreng yang dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.

Ketika penerima Bantuan Pangan non Tunai (BPNT), Program Keluarga Harapan (PKH) dan pedagang kaki lima (PKL) yang menjual gorengan mendapatkan subsidi, masih banyak masyarakat lain yang juga kesulitan menghadapi harga dan kelangkaan stok minyak goreng.

"Jadi, katakanlah yang dapat BLT bisa beli. Lalu, bagaimana yang tidak dapat BLT. Apakah nasibnya dibiarkan begitu saja. Saya yakin Pemerintah tidak siap dengan data berapa jumlah UMKM yang benar-benar terdampak, berapa jumlah keluarga terdampak, sebagaimana persoalan validitas data penerima BLT pandemi lalu," ungkapnya.

Atang menyampaikan atas kebijakan yang terlanjur diambil, maka ada beberapa langkah yang harus disiapkan oleh Pemerintah. Selain penentuan kelompok yang tepat juga memastikan proses penyaluran yang tepat dengan bantuan pendataan yang akurat dari pemerintah daerah.

Namun, jika masih memungkinkan, kata dia lagi, sebaiknya Pemerintah selesaikan urusan dengan para produsen CPO, para produsen minyak goreng, dan atur tata niaga serta distribusi pasokan dengan kekuatan negara.

"Insya Allah, menyelesaikan inti masalah tanpa harus keluar uang negara dan masyarakat pun merasakan semua manfaatnya," ujarnya.*

Baca juga: AMJ bantah tuduhan mafia minyak goreng

Baca juga: BPS :Tren kenaikan minyak goreng, cabai dan telur ayam terus berlanjut

Pewarta: Linna Susanti
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022