Jakarta (ANTARA News) - Kejatuhan rezim mantan Presiden Moammar Ghaddafi yang diikuti dengan kematiannya Kamis (20/10) lalu di tangan tentara koalisi Libya bisa dijadikan pelajaran berharga bagi dunia, kata Sekretaris Pengurus Pusat Muhammadiyah Abdul Mu`ti di Jakarta, Jumat.

"Pemerintahan yang dijalankan Ghaddafi dengan cara otoriter tidak mampu mempersatukan dan memberi keadilan sosial bagi rakyatnya. Itulah sebabnya dia dijatuhkan oleh rakyatnya sendiri. Dunia harus belajar dari kegagalan Ghaddafi," katanya.

Dia mengatakan Libya pasca meninggalnya Ghaddafi harus segera memulai rekonstruksi negaranya. Namun, Abdul mengingatkan potensi perpecahan yang bisa terjadi di Libya akibat faktor kesukuan yang kuat diantara masyarakat negara itu.

"Faktor sentimen kelompok bisa menjadi masalah baru bagi Libya paska kejatuhan rezim Ghaddafi," katanya.

Sebelumnya, saluran televisi pemerintah baru Libya pada Kamis (20/10) menyiarkan kematian mantan presiden Moammar Ghaddafi.

Menteri penerangan pemerintah semetara Libya mengkonfirmasi kepada Reuters bahwa Mo`tassim tewas dan bersembunyi bersama ayahnya di Sirte.

Sejumlah pejabat Dewan Transisi Nasional (NTC) mengatakan, Muamar Gaddafi tewas selama pertempuran untuk menguasai kota tempat asalnya, Sirte, pada Kamis.

Namun, beberapa negara besar Barat yang mendukung pemberontak Libya menguasai Tripoli dua bulan lalu mengatakan, mereka masih mencari konfirmasi mengenai kebenaran berita itu.

Gaddafi menjadi buronan sejak NTC menguasai ibu kota Libya, Tripoli, pada Agustus, dan ia berhasil menghindari penangkapan meski pasukan NTC memperoleh sejumlah petunjuk mengenai lokasinya.

Ia berulang kali melontarkan janji-janji untuk melanjutkan perang, ketika semakin banyak negara mengakui NTC sebagai pemerintah yang berkuasa di Libya.

Gaddafi, pemimpin terlama di dunia Arab dan telah berkuasa selama empat dasawarsa, bersikeras akan tetap berkuasa meski ia ditentang banyak pihak.
(T.A051/E001)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011