Pecahan pada koleksi benda sejarah sebaiknya tidak direkonstruksi karena menambah bahan baru artinya memasukkan hal-hal yang tidak asli lagi. Anggaplah cacat pada benda itu menjadi bagian sejarahnya,"
Jakarta (ANTARA News) - Satu Petugas berjubah putih dengan hati-hati menorehkan kuas di atas lukisan bercorak leak Bali. Sesekali kuas itu dicelupu ke dalam wadah  berisi air.

Dia tidak sedang menyempurnakan gambar atau melengkapi suatu pola, dia sedang membersihkan lukisan.

“Lukisan ini robek di bagian bawahnya. Nah sebelum direstorasi harus dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan kuas basah,” kata Ikes (25) mahasiswa yang sedang magang di Balai Konservasi, Jakarta Barat.

Di tempat tersebut, benda-benda cagar budaya khususnya milik Museum Pemda DKI direstorasi  dan direkonstruksi.

“Di sini ibaratnya seperti rumah sakit. Benda-benda yang masuk kesini sedang dirawat jalan, dan jika sudah sembuh akan dikembalikan ke asalnya,” kata Marsel (54), Kepala tata usaha balai Konservasi.

Berbagai macam jenis benda ditangani lembaga tersebut, seperti yang terbuat dari batu, kertas, tekstil, lukisan, kulit, dan logam.

Staf balai konservasi memulai tugas rutin  dengan peninjauan ke museum, identifikasi kerusakan, dan melakukan tindakan penanganan seperti pemberian anti jamur atau fumigasi.

Beberapa benda penting yang bernilai sejarah tinggi pernah mereka restorasi, misalnya Bendera Pusaka yang dijahit oleh Fatmawati Soekarno. Demikian pula lukisan S. Sudjojono yang menggambarkan perang Sultan Agung di Mataram.

“Tahun lalu kami pernah merestorasi lukisan karya S. Sudjojono dengan bantuan konservator dari Singapura. Prosesnya cukup lama yakni tiga bulan karena ukurannya sangat panjang 3x10 meter,"  kata Andia Sumarno (56), Kepala Seksi Konservasi dan Restorasi.

Menurut Andia, benda museum juga kadang rusak bukan hanya akibat umur atau suhu.  Tangan jahil pengunjung juga pada beberapa kasus menyebabkan benda bersejarah di museum menjadi rusak.

“Banyak benda museum yang rusak akibat tindakan vandalisme pengunjung,” kata Andia. Sentuhan tangan dapat menyebabkan kerusakan pada lukisan  karena asam dari tangan dapat  menyebabkan jamur.

Andia lebih lanjut menjelaskan bahwa kondisi iklim Indonesia dan tingkat polusi yang tinggi adalah dua faktor yang sulit dielakkan yang berpotensi menyebabkan kerusakan seperti jamur.

Langkah pemulihan yang dilakukan adalah menghilangkan sumber penyakit seperti yang disebabkan oleh jamur.

“Pecahan pada koleksi benda sejarah sebaiknya tidak direkonstruksi karena menambah bahan baru artinya memasukkan hal-hal yang tidak asli lagi. Anggaplah cacat pada benda itu menjadi bagian sejarahnya," kata Andia.

Tingkat kesulitan restorasi setiap karya budaya berbeda-beda tergantung jenis bahan. Andia menemui tantangan ketika berhadapan dengan barang yang terbuat dari kulit seperti wayang.

“Wayang yang tergulung cukup sulit untuk diperbaiki. Perlu alat ‘press’ yang sama digunakan untuk kertas agar benar-benar rata kembali. Kalau tidak akan tergulung lagi,” ujar Andia.

Sementara itu, Sukardi yang menangani konservasi  bahan tekstil,  mengaku pekerjaan itu cukup menantang terlebih ada tahapan menjahit.

“ Sebagai laki-laki saya sedikit kesulitan dalam menangani tekstil, karena menjahit yang rapi itu tidaklah mudah,” ujar Sukardi yang telah dua kali berangkat ke Belanda untuk belajar teknik konservasi.
 
Bekerja di balai konservasi memerlukan ketahanan,dan ketelitian yang baik. Konservator harus teliti dalam mencampur bahan kimiawi agar tidaki terjadi hal fatal bagi koleksi museum.

“Pekerjaan ini dikategorikan sebagai pekerjaan yang beresiko tinggi karena melibatkan bahan-bahan kimia yang beracun bagi tubuh manusia. Oleh  karenanya harus siap tahan terhadap semua itu,” kata Andia yang pernah menimba ilmu di Belanda.

Awalnya badan akan merasa pusing ketika mencium bau cairan kimia penangkal jamur, kata Andia lalu mengemukakan kondisi itu dapat dinetralisir dengan meminum susu.

Bau kimiawi acetone menurut Andia sangat kuat  dan memabukkan. Dia menceritakan salah satu staf balai bahkan pernah pingsan karena menghirup bahan tersebut.

“Dulu saya pernah mencampurkan persentase asam nitrat yang salah. Akibatnya, barang yang sedang saya kerjakan berubah warna menjadi hitam legam,” kata Andia.
(ANT)

Oleh Siti Adwiyah Marpaung
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011