Logam tanah jarang ini sangat krusial dan menggunakan teknologi tinggi. Penting bagaimana Indonesia menyikapi hal ini
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Taufiek Bawazie mengatakan Logam Tanah Jarang (LTJ) merupakan "vitamin" industri sehingga perlu dihitung cadangannya di dalam negeri dan dibuat peta jalan.

"Logam tanah jarang ini sangat krusial dan menggunakan teknologi tinggi. Penting bagaimana Indonesia menyikapi hal ini. Kalau dari kacamata industri, LTJ adalah vitamin industri. Dia dikatakan jarang tapi secara material dia melimpah dimana-mana," kata Taufiek saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR yang disiarkan Senin.

Taufiek menyampaikan dibutuhkan ilmu pengetahuan tinggi dan kemampuan teknologi untuk mengekstraksi logam tanah jarang, karena unsur tanah jarang itu tidak langsung menyatu besar dalam material, tapi hanya bagian kecil.

Namun hal tersebut bukan tidak mungkin dikembangkan jika Indonesia memiliki peta jalan yang kuat untuk menggali, mengeksplorasi, dan mengekstraksi logam tanah jarang.

Sebagaimana di dunia, lanjut Taufiek, beberapa negara telah menghitung cadangan logam tanah jarang mereka, di antaranya China yang memiliki 44 juta ton, Vietnam 22 juta ton, Brazil 21 juta ton, India 6,9 juta ton, dan Amerika Serikat 1,5 juta ton.

"Itu terkuantifikasi, yang artinya mereka sudah tahu estimasi berapa yang harus masuk (investasi) di dalam proses untuk ekstraksi daripada LTJ," ujar Taufiek.

Baca juga: Kemenperin gandeng Korsel eksplor Logam Tanah Jarang

Menghitung cadangan logam tanah jarang juga dipandang penting agar Indonesia mengetahui titik dan posisi mana yang dapat diekstraksi di dalam proses untuk menghasilkannya.

Taufiek mengatakan Kemenperin saat ini telah mempersiapkan peta jalan untuk pengembangan logam tanah jarang, karena dari fungsinya sangat strategis untuk industri pertahanan, medis, dan teknologi hijau ke depannya.

Untuk industri kesehatan sendiri, komoditas tersebut  bermanfaat untuk memproduksi alat Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan sinar laser karena kekuatan optik.

Sedangkan, untuk teknologi hijau, Indonesia masih mengimpor 1 juta dolar AS untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Namun ke depannya, Kemenperin mengantisipasi peningkatan kebutuhan yang lebih tinggi.

"Nah ini kami sudah petakan dan akan berusaha memasukkan regulasinya. Jadi, banyak magnet dan katalis, serta ada juga kebutuhan industri secara khusus di sana. Kami sudah petakan semua," ungkap Taufiek.

Kendati demikian, Taufiek menyampaikan peta jalan itu tidak bisa bekerja dengan baik tanpa adanya kekuatan cadangan logam tanah jarang itu sendiri dan industri yang memang fokus di bidang pertambangan tanah jarang.

Baca juga: Pemerintah percepat eksplorasi logam tanah jarang

Baca juga: Rekind-Batan rancang teknologi pengolahan logam tanah jarang


Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022