Mataram (ANTARA News) - Ratusan warga di lereng barat dan kaki Gunung Tambora, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, panik berlarian meninggalkan rumah setelah menduga gunung tersebut meletus, Selasa petang.

Kepala Desa Kadindi A Wahab Ahmad, yang wilayahnya tidak jauh dari lokasi kebakaran hutan, ketika dihubungi dari Mataram, mengatakan, penduduk berlarian sehubungan dengan Gunung Tambora dikira meletus, padahal hutan di lereng gunung api itu terbakar.

"Warga panik dan berlarian karena peristiwa kebakaran hutan itu disangka Gunung Tambora meletus, mengingat sejak beberapa bulan lalu aktivitas gunung api yang masuk wilayah Kabupaten Bima dan Dompu itu meningkat," katanya.

Ia mengatakan, kawasan hutan yang terbakar terjadi di satu titik, namun karena kejadiannya malam hari tampak begitu membara dari kawasan pemukiman penduduk hingga mereka menyangka itu lahar Gunung Tamboram, menyebabkan sebagian warga panik berlarian.

Berawal dari adanya beberapa warga yang berteriak "Gunung Meletus", membuat penduduk sekitar ramai-ramai keluar rumah berlarian meninggalkan tempat tinggal mereka.

Namun, kata Wahab, tergolong mujur dalam situasi panik tersebut tidak ada warga yang dilaporkan mengalami luka-luka atau kecelakaan saat berusaha menyelamatkan diri.

"Belum ada laporan tentang adanya warga yang terluka atau tertimpa musibahdari kejadian itu," ujarnya.

Ia menjelaskan, meski kobaran api sempat terlihat cukup besar, tetapi dalam waktu yang tidak begitu lama tampak mulai meredup dan bahkan di beberapa sudut sudah mulai padam.

"Seiring dengan meredupnya kobaran api, warga pun berangsur-angsur kembali ke rumah masing-masing," ujar Wahab.

Sementara beberapa warga di kawasan lereng barat gunung setinggi 2.850 di atas permukaan laut (dpl) itu menyebutkan bahwa mereka panik setelah mendapat informasi Gunung Tambora meletus dengan mengeluarkan lahar panas.

"Berdasarkan informasi itu warga pun melihat nyala api di bagian lereng gunung, bagaimana kami tidak panik," kata Salahudin, seorang warga setempat.

Gunung Tambora yang berada di Kabupaten Dompu dan Kabupaten Bima, Pulau Sumbawa, sejak dua bulan terakhir statusnya dinyatakan naik turun dari waspada ke siaga dan kini kembali ke waspada.

Kepala Seksi Mitigasi Bencana Geologi Dinas Pertambangan dan Energi NTB Kun Dwi Santoso, mengatakan, sejak 10 Oktober 2011 aktivitas gunung yang pernah meletus dahsyat pada 1815 itu terdetesi mulai mereda.

Sehubungan dengan itu, lanjut dia, status gunung tersebut diturunkan dari siaga (level III) menjadi waspada (level II).

Namun demikian, Kun mengimbau masyarakat untuk tetap waspada, sebab suatu saat bisa saja terjadi peningkatan aktivitas yang tidak diinginkan.
(T.KR-WLD/M025)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011