Kupang (ANTARA News) - Empat orang jurnalis yang tengah melakukan tugas peliputan Deni Fernandez (TVRI), Yopi (Timor Express), Anjar (Erende Pos) dan Obi (Pos Kupang) diserang secara sepihak oleh seorang pria berinisial JRH.

"AJI Kota Kupang menyatakan prihatin atas kasus kekerasan fisik yang dialami oleh empat orang jurnalis saat melakukan konfirmasi terhadap penggunaan dana BOS SD Negeri Oesapa Kecil II," kata Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Kota Kupang Jemris Fointuna dalam siaran pers yang diterima di Kupang, Selasa malam.

Ia mengatakan selain menyerang dengan kata-kata tidak sopan, pelaku juga melakukan perampasan kamera dan tas para jurnalis.

"Tindakan ini termasuk dalam kategori menghalang-halangi tugas jurnalistik dan pengekangan terhadap kebebasan pers," ujarnya.

Setelah AJI melakukan identifikasi, ternyata pelaku adalah suami dari bendahara SD Negeri Oesapa Kecil II, Kecamatan Kelapalima, sehingga diperkirakan pelaku ingin melindungi tindakan yang diduga melawan hukum dalam pengelolaan dana Bos, sehingga melakukan tindakan penyerangan terhadap para jurnalis itu.

Untuk itu, terhadap kasus penyerangan ini, AJI Kota Kupang menyatakan, meminta aparat kepolisian untuk segera memproses pelaku sesuai dengan aturan yang berlaku

Mengimbau kepada masyarakat untuk menggunakan hak jawab apabila merasa dirugikan dalam pemberitaan media.

Mendesak Wali Kota Kupang untuk melakukan pembinaan terhadap oknum bendahara SD Negeri Oesapa Kecil II yang menghalangi tugas peliputan wartawan.

Selain itu meminta kepada masyarakat untuk menghentikan premanisme terhadap jurnalis saat menjalankan tugas jurnalistik, termasuk meminta jaminan keamanan dari aparat kepolisian bagi jurnalistik yang melaksanakan tugas peliputan.

Kekerasan terhadap empat wartawan itu dalam melaksaakan tugas peliputan juga mendapat tanggapan dari jurnalis senior di Nusa Tenggara Timur (NTT) Tonny Kleden yang menyesalkan tindakan itu.

Ia menyatakan tindakan itu diperlihatkan justru ketika kebebasan pers di negeri ini mulai mengaroma, tetapi ternyata masih banyak orang yang menyelesaikan soal dengan cara-cara jalanan, tidak beradab dan irasional.

"Aksi itu sepatutnya disesali dan dikutuk. Tetapi, pada galibnya aksi kekerasan itu sekaligus juga memperlihatkan betapa jurnalisme investigasi di negeri ini belum ada apa-apanya, masih terpuruk, jauh dari harapan dan belum punya tempat," katanya.

Sebaliknya jurnalisme yang berkembang dan terus dikembangkan adalah `jurnalisme fenomena` yang cenderung reaktif terhadap setiap fenomena sosial yang ada, dan belum cukup pada `jurnalisme noumena`, yang berani membongkar apa yang sesungguhnya terjadi dan ada di balik tirai. (ANT-084/M027)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011