Masih terdapat ruang yang cukup besar bagi upaya peningkatan pemahaman masyarakat tentang produk dan jasa layanan keuangan syariah Indonesia
Jakarta (ANTARA) - Kepala Bagian Edukasi Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Primandanu Febriyan Aziz menyatakan masih ada ruang untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang produk dan jasa layanan keuangan syariah di Indonesia.

“Masih terdapat ruang yang cukup besar bagi upaya peningkatan pemahaman masyarakat tentang produk dan jasa layanan keuangan syariah Indonesia,” katanya dalam Webinar Indef di Jakarta, Selasa.

Danu mengatakan pihaknya selama ini gencar berupaya meningkatkan inklusi dan literasi keuangan baik syariah dan nonsyariah di Indonesia melalui berbagai program.

Inklusi keuangan merupakan ketersediaan akses pada berbagai lembaga, produk dan layanan jasa keuangan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan.

Sedangkan literasi keuangan adalah pengetahuan, keterampilan dan keyakinan yang mempengaruhi sikap dan perilaku untuk meningkatkan kualitas pengembalian keputusan dan pengelolaan keuangan dalam rangka mencapai kesejahteraan.

Danu menuturkan OJK secara berkala yaitu tiga tahun sekali melakukan pengukuran atas indeks literasi dan inklusi keuangan melalui survei nasional literasi dan inklusi keuangan (SNLIK).

Berdasarkan survei terakhir pada 2019 menunjukkan bahwa tingkat inklusi keuangan mencapai 76,19 persen sedangkan tingkat literasi keuangan sebesar 38,03 persen.

Hasil tersebut meningkat dibandingkan survei pada periode sebelumnya yaitu 2016 dengan tingkat inklusi keuangan sebesar 67,8 persen dan tingkat literasi keuangan sebesar 29,7 persen.

“Dengan demikian dalam 3 tahun yaitu 2016 ke 2019 ada peningkatan pemahaman literasi keuangan masyarakat 8,33 persen dan peningkatan inklusi keuangan 8,39 persen,” ujar Danu.

Di sisi lain, ia mengatakan masih terdapat gap antara tingkat literasi dan ilusi keuangan konvensional dan keuangan syariah pada 2019 yaitu sebesar 28,79 persen untuk gap literasi dan 66,18 persen untuk gap inklusi.

Secara rinci, tingkat literasi keuangan konvensional adalah sebesar 37,72 persen sedangkan tingkat literasi keuangan syariah sebesar 8,93 persen sehingga terdapat gap 28,79 persen.

Untuk tingkat inklusi keuangan konvensional adalah sebesar 75,28 persen sedangkan syariah sebesar 9,1 persen sehingga ada gap mencapai 66,18 persen.

Sementara jika dilihat per sektor jasa keuangan syariah, perbankan syariah merupakan sektor jasa keuangan syariah dengan tingkat literasi keuangan syariah paling tinggi yaitu 7,92 persen.

Untuk tingkat literasi keuangan di sektor jasa keuangan syariah seerti perasuransian adalah 3,99 persen, dana pensiun 2,97 persen, pasar modal 0,02 persen, lembaga pembiayaan 4,01 persen, pergadaian 4,51 persen dan lembaga keuangan mikro 0,25 persen.

Selanjutnya, dari sisi penyebaran wilayah menunjukkan dari 34 provinsi terdapat 13 provinsi yang memiliki tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah di atas nasional.

“Secara rata-rata mayoritas provinsi yang ada di Sumatera, Jawa dan Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki indeks literasi keuangan syariah lebih tinggi dibanding provinsi di pulau lainnya,” jelas Danu.

Meski demikian, Danu menyebutkan masih terdapat sembilan provinsi dengan indeks literasi keuangan syariah yang rendah sehingga akan menjadi prioritas OJK dalam melakukan kegiatan literasi dan edukasi keuangan syariah.

Sembilan provinsi ini meliputi Kalimantan Utara 0,79 persen, Gorontalo 1,05 persen, Maluku Utara 1,05 persen, Sulawesi Tenggara 1,05 persen, Bali 1,05 persen, Sulawesi Barat 1,31 persen, Nusa Tenggara Timur (NTT) 1,31 persen, Sulawesi Utara 1,67 persen dan Kalimantan Timur 1,84 persen.

Baca juga: Airlangga: Inklusi keuangan dipercepat agar ekonomi tumbuh tinggi
Baca juga: Fintech dinilai bisa bantu capai target inklusi keuangan 90 persen
Baca juga: BEI: Rendahnya literasi keuangan di pasar modal masih jadi tantangan

 

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022