Tidak ada pemain terus untung, yang kaya penyelenggara
Jakarta (ANTARA) - Direktur Program Doktor Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Borobudur Faisal Santiago menyebut perdagangan aset melalui "binary option" sebagai tindak pidana perjudian sekaligus pencucian uang sehingga seluruh pelakunya harus dikenakan sanksi hukum.

"Siapapun yang terlibat, termasuk bank penampung uang hasil kejahatan binary option harus ditindak," kata Faisal dalam sebuah keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu. 

Faisal dalam bincang-bincang bertajuk "Judi Era Digital, Binary Option dan Konsekuensi Hukumnya" yang diselenggarakan Program Doktor Hukum Universitas Borobudur pada Selasa (11/4) itu meminta kepada pemerintah agar bersikap tegas kepada penyelenggara "binary option".

"Itu adalah judi. Saya tegaskan kalau pemerintah konsisten larang perjudian, harus bergerak dan tegas juga, mulai dari penyelenggaranya hingga pemainnya harus ditindak sesuai pasal perjudian. Bahkan bank-bank yang menampung uang hasil judi itu juga kena pasal perjudian sebab masuk dalam kategori turut serta," ucapnya.

Karena itu, menurut Faisal, pemerintah perlu meningkatkan sistem peringatan dini melalui partisipasi masyarakat di dalamnya agar binary option segera bisa ditindak dan diberantas, pasalnya jika hanya mengandalkan polisi tidak akan cukup.

Lebih Faisal juga menegaskan mengenai uang yang telah "diinvestasikan" korban tidak bisa kembali, karena menurut sifat dari "binary option" sendiri yang merupakan judi sehingga walaupun kalah tetap terkena pasal judi.

"Kalau menang kan mereka diam-diam saja. Binary option itu judi, polisi atau pemerintah tidak wajib mengembalikan uang kepada pemain judi. Saat mereka bermain binary option, mereka tahu sedang berjudi. Polisi tidak bisa mengembalikan uang mereka yang kalah judi," tutur Faisal.

Sementara itu, mantan Kadiv Humas Polri Irjen (Purn) Ronnie F Sompie menegaskan seharusnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan kejelasan izin "binary option", di mana jika memang tidak berizin, harus disiarkan agar publik tahu.

"Jika memang tidak berizin, OJK dan Kementerian Kominfo harus menjelaskan kepada Masyarakat," ujar Ronnie.

Ronnie yang juga Ketua Ikatan Alumni Pendidikan Doktor Universitas Borobudur, menyebut "binary option" perlu ditangani lintas sektoral, jangan ada ego sektoral agar bisa diberantas dan kasus serupa tidak terjadi lagi.

"Jika ini tidak berizin dan penipuan, maka OJK bisa memperingatkan bank. PPATK juga bisa melacak aliran dananya," ujar Ronnie.

Di kesempatan tersebut, Ketua Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia Ade Saptomo juga menilai "binary option" adalah sebuah permainan judi dengan dua pilihan yang berlawanan dan kalau dibiarkan akan merugikan masyarakat Indonesia sebab membiarkannya menjadi bodoh.

"Tidak ada pemain terus untung, yang kaya penyelenggara. Konteks binary option yang ada belakangan itu yang untung (penyelenggara). OJK dan Bareskrim Polri harus turun tangan kalau tidak akan menjadikan manusia Indonesia bodoh," tuturnya.

Ade sendiri menyayangkan ini telah terjadi, karenanya dia memandang perlu bantuan dari masyarakat-masyarakat setempat semacam masyarakat adat yang memiliki kearifan lokal untuk menuntaskan permasalahan ini.

"Jadi semua harus bergerak untuk menyelesaikan soal ini," tuturnya.

Istilah "binary option" ini sendiri makin popular setelah Polisi menangkap influencer sekaligus afiliator dari binary option Indra Kenz dan Doni Salmanan sebagai tersangka masing-masing dalam kasus aplikasi binary option Binomo dan Quortex.
Baca juga: Polisi ungkap peran pacar dan adik Indra Kenz dalam perkara Binomo
Baca juga: Edukasi bidang investasi perlu dibarengi perubahan pola pikir
Baca juga: Polisi tetapkan Brian Edgar tersangka baru kasus Binomo Indra Kenz

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2022