Manado (ANTARA News) - Keterangan saksi ahli dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memberatkan PT Newmont Minahasa Raya (NMR) dalam sidang pidana pencemaran dengan terdakwa Presiden Direktur, Richard Ness di Pengadilan Negeri Manado, Jumat. Saksi ahli, Asisten Deputi Urusan Pengawasan dan Lingkungan Hidup KLH, Ir Sulistiowati,MM, dihadapan Majelis Hakim mengatakan, bahwa limbah tailing PT NMR di laut Buyat dan Totok tergolong limbah berbahaya (B3) karena masih mengandung arsen dan merkuri. Sedangkan Staf Ahli Pusat Oceanografi LIPI, Dr Abdul Gani Ilahude MMA,APU, mengatakan, termoklin yang merupakan lapisan dimana tidak banyak kehidupan biota laut, pada kedalaman laut 100-350 meter, sementara di selat Buyat dan Totok kedalamnya maksimum hanya 82 meter. "Limbah meski sudah diolah tetapi tetap mengandung parameter yang ada di lampiran 3 PP Nomor 85 Tahun 1999, maka tergolong limbah B3," kata Sulistiowati, dalam sidang dipimpin Ridwan Damanik SH dengan anggota majelis hakim, Agus Budiarto SH, Corry Sahusilawane SH, LH Sibarani SH, Lenny Wati SH. Dalam PP tersebut terdapat 400 parameter dan salah satu saja parameter itu ada, maka limbah tersebut termasuk B3, sementara limbah PT NMR yang disampaikan ke KLH masih mengandung arsen dan merkuri, lanjut Sulistiowati. Bila kedalaman laut masih di bawah 100 meter, maka sinar matahari masih dapat tembus ke bawah, dengan demikian tergolong mixlayer dimana hidup semua biota laut, sehingga tidak boleh ada limbah apapun, kata Abdul Gani menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum Robert Ilat SH, didampingi, M Umadji,SH, Purwanto SH, Reinhard Tololiu SH. Richard Ness melalui penasehat hukum PT NMR, Luhut Pangaribuan SH, mengatakan, PT NMR telah lakukan lebih dari 60 uji Toxicology Characteristic Leaching Procedure (TCLP) dan uji toksisitas, dengan hasil, tailing perusahaan pertambangan tersebut jauh dibawah baku mutu sehingga berdasarkan PP 85/1999 dikategorikan bukan limbah B3. Sementara menyangkut termoklin, penasehat hukum NMR lainnya, Palmer Situmorang SH mengatakan, hasil penelitian KLH pada tahun 2003 menyebutkan di selat Buyat dan Totok terdapat termoklin pada kedalaman 60 hingga 80 meter, dengan demikian limbah tersebut tidak menggangu biota laut. "PT NMR akan menyiapkan saksi ahli yang bisa membenarkan bahwa tailing PT NMR tidak berbahaya,"kata Palmer. (*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006