Timika (ANTARA News) - Penerbangan dari dan menuju ke Timika, Papua yang dilayani Garuda Indonesia dan Merpati Nusantara terancam akan dihentikan dalam beberapa hari kedepan lantaran kedua maskapai itu mengalami kerugian sejak tidak adanya pengisian avtur di Bandara Mozes Kilangin Timika.

Kepala Bidang Perhubungan Udara pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Mimika John Rettob kepada ANTARA di Timika Jumat mengatakan sejak 15 Oktober 2011 maskapai Garuda Indonesia dan Merpati Nusantara terpaksa mengisi avtur di tempat lain yaitu di Jayapura dan Biak lantaran pasokan avtur ke Bandara Timika dari Pelabuhan Portsite Amamapare diblokade pekerja.

Akibatnya, kedua maskapai itu mengalami keterlambatan penerbangan selama dua hingga empat jam sehingga merugi ratusan juta rupiah tiap hari.

"Kalau kondisinya terus seperti ini bisa saja terjadi penutupan pelayanan penerbangan dari dan ke Timika. Hal ini mungkin terjadi dalam waktu dekat. Kami terus berupaya mencari solusi dan melakukan negosiasi dengan berbagai pihak agar kerugian tersebut bisa diminimalisasi," jelas John.

John mengatakan, dengan kondisi ketiadaan avtur di Bandara Timika sejak 15 Oktober 2011 maka maskapai Garuda Indonesia yang biasanya melayani rute Jakarta-Denpasar-Timika-Jayapura dan sebaliknya mengubah rute penerbangan menjadi Jakarta-Denpasar-Timika-Jayapura-Timika-Jayapura-Denpasar dan Jakarta.

Akibat perubahan rute dimaksud, penerbangan Timika-Denpasar yang hanya ditempuh selama tiga jam menjadi lima jam karena harus mengisi avtur di Jayapura.

Hal serupa juga dialami maskapai Merpati Nusantara yang melayani rute Jakarta-Makassar-Timika-Jayapura dan sebaliknya terpaksa mengubah rute menjadi Jakarta-Makassar-Biak-Timika-Jayapura-Timika-Biak-Makassar-Jakarta. Merpati Nusantara juga melayani rute penerbangan Jayapura-Timika-Sorong dan Manado.

"Secara teknis operator penerbangan merugi. Di pihak lain mereka tidak bisa membebankan kerugian ini kepada pengguna jasa karena terbentur dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 5 tahun 2009 tentang batas atas tarif ekonomi angkutan udara," jelas John.

Dengan kondisi seperti itu, John sangat berharap itikad baik semua pihak untuk dapat menyikapi secara bijaksana masalah yang sedang terjadi agar pelayanan penerbangan dari dan ke Timika kembali normal.

"Siapapun tidak akan kuat jika kondisinya masih tidak menentu seperti sekarang ini. Selama 13 hari ini pelayanan penerbangan dari dan ke Timika masih bisa jalan hanya semata-mata karena niat baik dari operator. Kami berharap PT Freeport, rekan-rekan SPSI, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat dapat menyikapi masalah ini. Kalau tidak, maka sudah tentu pelayanan publik akan terganggu," ujar John.

Kondisi berbeda dialami maskapai penerbangan perintis yang melayani rute penerbangan ke pedalaman Mimika. Sejak 15 Oktober 2011 seluruh aktivitas penerbangan ke pedalaman Papua dari Timika baik untuk mengangkut masyarakat, bahan kebutuhan pokok dan obat-obatan yang dilayani pesawat-pesawat kecil dihentikan karena ketiadaan avtur di Bandara Timika.

"Saya dihubungi beberapa bupati di pedalaman karena saat ini di daerah mereka kekurangan bama dan lain-lain, tapi kami tidak bisa memastikan kondisi ini sampai kapan baru pulih," jelas John.

Menurut dia, saat ini terdapat sembilan kabupaten di kawasan pegunungan tengah Papua yang suplai barang kebutuhan pokok masyarakatnya dilakukan dari Timika melalui transportasi udara.

Di Ilaga, ibu kota Kabupaten Puncak, saat ini harga beras satu karung isi 20 liter mencapai lebih dari Rp1 juta, rokok per bungkus mencapai Rp40 ribu.

(E015/B012)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011