Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif BPOM Mayagustina Andarini mendorong pemerintah untuk mengendalikan pergerakan tembakau lewat simplifikasi cukai dan larangan penjualan rokok batangan (ecer).

“Kami setuju dengan rekomendasi pengendalian tembakau yang perlu ditingkatkan yaitu melalui simplifikasi tarif cukai dan pelarangan penjualan rokok batangan, jika bisa didukung oleh seluruh 'stakeholder' ini akan sangat bagus,” kata Maya dalam Webinar Diseminasi Hasil Survei Harga Transaksi Pasar Rokok 2021 yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.

Maya menuturkan pengendalian terhadap tembakau dan rokok memang akan sedikit sulit untuk diterapkan sampai di warung-warung kecil di daerah ataupun kota dengan pergerakan penduduk yang pesat.

Baca juga: CHED: 90 persen peringatan kesehatan bungkus rokok ditutup pita cukai

Walaupun demikian, dia merasa apabila pemerintah menerapkan sanksi yang tegas, seluruh pihak dapat mematuhi peraturan yang ada guna melindungi masyarakat dari bahaya rokok.

Sebab, berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2021, rokok menjadi belanja prioritas dalam keluarga kedua setelah beras. Tingginya pengeluaran rokok pada rumah tangga terutama keluarga dengan kondisi miskin, akan berdampak pada ekonomi keluarga juga penurunan tingkat kesehatan

“Pengeluaran terhadap beras ini juga cukup memprihatinkan, tahun 2021 data menunjukkan bahwa belanja rokok perkapita itu Rp76.583 sedangkan belanja padi-padian itu Rp69.786 artinya rokok ini menjadi konsumsi terbesar,” kata dia.

Menurut Maya, penerapan kedua peraturan tersebut menjadi penting mengingat Peringatan Kesehatan Bergambar (PHW) pada bungkus rokok saat ini banyak tertutup oleh pita cukai. Pemerintah perlu memastikan pula apakah gambar tersebut masih efektif untuk menekankan rokok dapat berbahaya bagi kesehatan.

Baca juga: CHED: Rokok eceran berikan profit pada penjual hingga 30 persen

Apalagi jumlah pelajar yang mengkonsumsi rokok secara eceran semakin bertambah.

“Apakah efektif jadi kita mesti pertimbangkan itu, terutama nanti di Kementerian Kesehatan dengan PHW itu. Kalau di beberapa negara sudah jelas rokok itu mematikan, di Belanda juga sudah begitu rokok itu membunuhmu,” ujar Maya.

Maya mengatakan pengendalian tembakau memang bukan otoritas dari BPOM. Walaupun demikian, setiap pihak yang berusaha untuk menutupi gambar peringatan secara berlebihan akan pihaknya berikan peringatan dan dilaporkan kepada kementerian terkait seperti Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perdagangan.

Sembari melakukan inspeksi kepada dagangan rokok, BPOM juga ikut melakukan pemantauan terhadap jenis rokok yang beredar di retail-retail seperti minimarket. Didapati sebesar 80 persen Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) dijual di minimarket, sedangkan Sigaret Putih Mesin (SPM) sebesar 20 persen.

Baca juga: LPA Indonesia dukung pemerintah daerah kampanyekan KTR

“Berdasarkan hasil survei tahun 2020 meski ini survei lanjutan ya, bukan utama kami, di minimarket dan kios untuk kemasan 20 batang, hasil monitoring SKM dan SKT 80 persen dan SPM 20 persen. Rata-rata harga berdasarkan hasil pengawasan tahun 2020 menunjukkan antara Rp19.700 sampai dengan Rp24.000 per bungkus isi 20 batang,” kata dia.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022