Jakarta (ANTARA) - Mahasiswa S1 Angkatan 79 Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian-Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK-PTIK) mendorong pemerintah agar segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi mengingat tingginya ancaman serangan siber.

"Zaman digital seperti sekarang ini semuanya serba mudah. Namun, ancamannya sangat besar terkait rawannya kebocoran data pribadi warga," kata Perwakilan Angkatan 79 STIK-PTIK Pinilih Waluyo Jati melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.

Angkatan 79 STIK-PTIK akan mengadakan seminar bertajuk "Strategi Perlindungan Data Pribadi: Perspektif Kepolisian Kontemporer" yang akan diadakan pada Selasa (19/4).

Baca juga: Anggota DPR: Pemerintah paling membutuhkan RUU PDP

Untuk mengupas tuntas pentingnya RUU Perlindungan Data Pribadi, STIK-PTIK akan menghadirkan sejumlah pemateri berkompeten dari dalam maupun luar negeri.

Pemateri tersebut, yakni Justin Jin-Hyuk Choi dari Korea Selatan. Jin Hyuk adalah profesor "cyber crime" dan "criminal investigation" dari Korean National Police University (KNPU). Sedangkan sebagai pemateri kunci, yaitu Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly.

Waluyo selaku Ketua Panitia Seminar tersebut mengatakan pandemi COVID-19 membuat era digital semakin terakselerasi dengan pesat. Semua orang mau tidak mau berbondong-bondong menggunakan perangkat digital.

Baca juga: Pakar usulkan Komisi PDP menjadi lembaga independen

Akselerasi digital, kata dia, memang berdampak positif. Sebab, individu tetap bisa terhubung dan melakukan pertemuan melalui perangkat digital.

Namun, era digital menghadirkan celah ancaman besar. Era digital mengharuskan siapa saja mengirimkan data-data pribadi agar bisa menjalankan perangkat digitalnya.

"Ini masalahnya. Ada celah data pribadi bocor dan disalahgunakan pihak-pihak tak bertanggung jawab," kata Pinilih Waluyo Jati.

Ia mengatakan kebocoran data pribadi bukan sekadar isapan jempol. Sebagai contoh bocornya data puluhan juta pelanggan di salah satu "online shop" terbesar di Indonesia ke publik.

Baca juga: Baleg: Revisi UU ITE akan dibahas setelah RUU PDP

Bukan hanya data masyarakat umum, data personel Polri pernah diretas oleh hacker asal Brazil. Hal itu diklaim akun twitter @son1x777 yang mengungkapkan ada 28.000 data pribadi personel Polri yang berhasil diretas, ujarnya.

Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), ujar dia, mencatat selama masa pandemi serangan terhadap data di sektor keuangan dan perbankan mencapai 189.937 kasus. Sedangkan sebelum masa pandemi hanya 39.330 kasus (tahun 2019).

"Banyaknya kebocoran data pribadi semakin menegaskan kebutuhan akan intervensi dari pemerintah," kata Pinilih.

Indonesia sendiri saat ini belum memiliki regulasi khusus tentang keamanan data pribadi di dunia maya.

Peraturan perundang-undangan dan peraturan teknis yang membahas mengenai data pribadi hingga saat ini masih terpisah-pisah dan saling tumpang-tindih satu sama lain.

Terakhir, Indonesia memerlukan aturan khusus yang lebih sederhana dan dapat mengakomodasi segala aturan perlindungan data pribadi dari berbagai sektor yaitu UU Perlindungan Data Pribadi, harap dia.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022