... sangat penting bagi pria memahami dan menyadari perempuan adalah rekan, dan menyadari perdagangan manusia tengah berlangsung, jangan menjerumuskan perempuan ke dalamnya dan jangan menjadikan perempuan sebagai pelayan di rumah...
Jakarta (ANTARA News) - Sering diberitakan perdagangan manusia yang menjadikan perempuan sebagai obyek paling dominan. Di seluruh dunia, aktivitas perdagangan manusia dikategorikan sebagai kejahatan serius atas kemanusiaan yang sangat melanggar HAM.

Kenyataan yang sudah lama terjadi ini menjadi fokus kerja Ombudsman Finlandia untuk Etnis Minoritas, Eva Biaudet, yang hadir di Kedutaan Besar Finlandia di Jakarta, guna berbagi pengalamannya berurusan dalam penanggulangan dan pemberantasan perdagangan manusia itu.

"Menurut saya perdagangan perempuan tidak hanya terjadi di Indonesia dan Finlandia. Saya bekerja di 66 negara mulai dari Amerika Serikat, Kanada, hingga negara-negara di Asia Tenggara tentang ini. Kita harus mengontrol pergerakannya, dan ini adalah pekerjaan berat," ujarnya.  

Ia mencontohkan yang terjadi di Indonesia dan Finlandia. Dibandingkan  di negaranya --negara yang menjadi negara paling bersih dari praktik korupsi dan penyuapan-- Indonesia memiliki tantangan lebih besar. Tantangan, kalau bukannya dibaca sebagai hambatan itu, bukan hanya karena jumlah populasinya yang besar namun juga arus migrasi ke negara lain yang tinggi.

"Finlandia saat ini masih terus berusaha mencegah dan menanggulangi perdagangan manusia. Menghentikan perdagangan manusia sangat sulit dan tak seorangpun bisa menyelesaikan masalah itu," kata mantan menteri urusan gender di negara Skandinavia itu.

Finlandia, sebagai ilustrasi, adalah negara yang bersisian langsung dengan Republik Federasi Rusia, Swedia, Norwedia, dan Denmark. Dua negara pertama pernah menjajah Finlandia dalam durasi waktu serupa dengan penjajahan Belanda terhadap Indonesia.

Finlandia juga negara pertama di dunia yang memiliki keterwakilan perempuan dalam kabinet pemerintahan dan badan legislatif. Sejak awal abad ke-19, sepertiga jumlah anggota parlemen dan badan legislatif negara itu diisi perempuan intelektual mereka.

Jika di Indonesia nama Biaudet belum dikenal, namun tidak begitu di Eropa dan dunia. Dia adalah  anggota Forum Tetap PBB untuk Masyarakat Adat (UNPFII), satu badan penasehat untuk Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC).

Selama tahun 2006-2009, Biaudet menjabat sebagai perwakilan khusus untuk memerangi perdagangan manusia dari Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE) yang berkedudukan di Wina, Austria.

Ia adalah mantan menteri kesehatan dan layanan sosial Finlandia selain mantan menteri urusan gender. Biaudet juga baru saja diangkat sebagai anggota Dewan Gubernur Asia-Europe Foundation (ASEF). Ia juga pernah menjabat Parlemen Finlandia selama 16 tahun (1991-2006).

Dalam kunjungannya ke Indonesia kali ini, dia melihat langsung sejauh mana kemajuan yang telah dicapai perempuan Indonesia. Ia juga bertemu dengan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Linda Gumelar.


Modus Mirip

Dari hasil kunjungannya ke berbagai negara di dunia, Biaudet menemukan ada kemiripan modus perdagangan manusia. Pelakunya membujuk, memberi iming-iming, melakukan kekerasan, atau bahkan pembunuhan.

Faktor-faktor seperti kemiskinan, kekerasan dalam rumah tangga, bahkan keinginan untuk menjadi terkenal seringkali melatar belakangi perdagangan manusia.

"Ada seorang pekerja asal Thailand jauh-jauh bekerja ke luar negeri dengan tujuan mendapatkan upah yang tinggi. Padahal, lanjutnya, gaji yang tinggi di Finlandia sangat relatif karena biaya hidup di negara Skandinavia itu juga tinggi," katanya.

"Seorang remaja putri bahkan dijanjikan akan diorbitkan menjadi model yang terkenal padahal kenyatannya ia menjadi korban perdagangan manusia," ujar perempuan berkaca mata berusia 50 tahun ini.

Ada lagi modus yang lebih canggih, namanya perkawinan transnasional. "Korban dinikahi terlebih dahulu dan kemudian diajak untuk pindah ke negara asal pasangannya. Di negara yang asing itu korban dijadikan pekerja seks komersial, dan bahkan tidak sedikit yang disiksa," katanya..

"Ketika sudah berada di negara yang asing, korban tidak memiliki banyak pilihan selain menuruti keinginan pelaku perdagangan manusia. Ia jauh dari rumah, tak memiliki dokumen-dokumen yang sah, tidak memiliki kemampuan bahasa asing, dan tidak mengal orang-orang disekitarnya," katanya.

Dalam hal ini diperlukan peran kedutaan besar di negara-negara lain untuk membantu ketika perempuan mengalami kesulitan perlakuan buruk.


Pencegahan

Mencegah perdagangan manusia bukan hal mudah. Menurut Biaudet, diperlukan kerjasama berbagai pihak secara berkelanjutan; bahkan kerja sama internasional antar negara dan antar institusi internasional ataupun regional.

Menurut dia, masalahnya ada pada negara asal orang-orang itu, apakah ada undang-undang yang bisa menghukum pelakunya; polisi yang mengawasi atau mencegah hal itu, apakah negara asalnya memberi dokumen yang memadai untuk melindungi para perempuan yang keluar negeri, apakah dia ilegal atau legal.
 
"Jadi, pihak terkait seperti polisi, petugas imigrasi, bahkan orang-orang di sekitar harus lebih peka. Apalagi tidak semua korban perdagangan manusia bersikap kooperatif pada petugas atau orang yang ingin membantunya," katanya.

Korban, biasanya justru tidak merasa menjadi bagian dari perdagangan manusia, atau bahkan mereka merasa enggan untuk membuka persoalaannya karena trauma.

Bicara mengenai modus dan jaringan perdagangan manusia ini, lapis pertama yang bertemu dengan mereka adalah korban dan keluarga serta lingkungan sekitarnya.

"Saya pikir ada banyak hal yang bisa dilakukan di semua level, baik untuk mencegah kekerasan perempuan di rumah, di tempat kerja. Bisa dimulai dari pendidikan, dan bagaimana mereka harus hidup dan menghargai dirinya," katanya.

Edukasi terhadap publik terutama pria juga sangat penting, menurut dia.

"Harap diingat, sangat penting bagi pria memahami dan menyadari perempuan adalah rekan, dan menyadari perdagangan manusia tengah berlangsung, jangan menjerumuskan perempuan ke dalamnya dan jangan menjadikan perempuan sebagai pelayan di rumah," katanya.

"Kita perlu bekerja sama dan hal ini bukanlah hal yang mudah untuk dibicarakan, karena hal ini sangat sensitif, tapi kita harus mengungkapkan hal itu, karena ini adalah kejahatan," kata Biaudet itu. (ANT)

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011